Polisi Harus Utamakan Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Kasus Perundungan Binus Serpong 

Polisi Harus Utamakan Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Kasus Perundungan Binus Serpong 

Binus Serpong School-Polisi harus utamakan pidana anak dalam kasus bullying-Binus Serpong School

JAKARTA, DISWAY.ID - Kepolisian tengah mengusut kasus perundungan di Binus School di BSD, Serpong, yang melibatkan anak pejabat dan artis.
 
Penyidik diminta untuk menggunakan Sistem Peradilan Pidana Anak dalam penanganan kasus ini. 
 
Korban dilarikan ke rumah sakit karena diduga menjadi korban perundungan oleh seniornya sebagai syarat untuk masuk geng yang bernama Geng Tai.
 
Aksi perundungan tersebut viral di media sosial dan diduga terjadi di warung belakang Binus School Serpong.
 
 
Korban yang merupakan calon anggota geng disebut harus melakukan beberapa hal yang diminta oleh senior termasuk mendapati kekerasan fisik.
 
"Saya merasa prihatin atas peristiwa yang terjadi," kata Halimah Humayrah Tuanaya selaky Dosen Hukum Pidana, dan Hukum Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang kepada wartawan. 
 
Dia mengingatkan penyidik agar dalam penangan kasus tersebut harus menggunakan perspektif anak.
 
Jadi, baik anak korban maupun anak pelaku harus sama-sama menjadi perhatian. 
 
"Sebab, perundungan tesebut memberikan dampak yang mengancam semua pihak yang terlibat, tidak hanya bagi anak yang menjadi korban, tetapi juga bagi pelaku. Bahkan anak-anak yang menyaksikan perundungan tersebut juga terkena dampaknya. Lebih luas lagi, bahkan berdampak pada seluruh warga sekolah," ucapnya. 
 
"Penyidik harus memperhatikan betul Undang-Undang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA). Jadi polisi harus mengedepankan Diversi," katanya.
 
 
Apa itu Diversi?
 
Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana yang bertujuan mencapai perdamaian antara korban dan anak.
 
Penyelesaian pidana anak melalui diversi dilakukan dengan pendekatan restoratif.
 
Sehingga diperlukan suatu musyawarah dan melibatkan semua pihak orang tua/ wali, korban dan/atau orang tua/ walinya, Pekerja Sosial (Peksos), dan tokoh masyarakat.
 
Di sisi lain, sekolah perlu membangun sistem pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di satuan pendidikan dengan didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. 
 
"Walupun lokasi kejadian di luar sekolah, namun pelakunya berasal dari sekolah yang sama. Terhubung karena pertemanan di sekolah. Ada bentuk relasi yang perlu dievaluasi oleh sekolah, baik antara siswa satu angkatan maupun antara kakak kelas dengan adik kelasnya. Ada relasi kuasa yang perlu dimonitoring dan dievaluasi sekolah," jelas Halimah Humayrah Tuanaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: