Jalan Dakwah Sang Guru Menjaga Marwah Demokrasi
KH Marzuki Mustamar-PWNU Jatim-
SEBUAH daerah dianggap demokratis atau tidak, tercermin dalam kompetisi, partisipasi, serta kebebasan di tempat tersebut. Ruang demokrasi menjadi nafas yang terus dijaga dalam menjalankan iklim kehidupan. Tertuang sebuah harapan akan partisipasi di dalamnya.
Menurut Joseph Schumpeter seorang ekonom Amerika-Australia dan ilmuwan politik yang menjelaskan, nilai dari demokrasi adalah masyarakat yang memiliki kesempatan untuk menerima maupun menolak orang yang akan memimpin mereka. Memilih dari nuraninya, dan keyakinan kuat untuk tidak menempatkan pilihan “kucing dalam karung”.
Corak itu yang kini tergambar dari kondisi di Jawa Timur. Petahana Khofifah Indar Parawansa lewat jalan ninja dan gerilyanya sudah mengantongi rekomendasi dari Gerindra, Golkar, PAN dan Partai Demokrat. Bila ditotal, Khofifah sudah mengantongi 52 kursi atau hampir setengah parlemen Jawa Timur yang jumlahnya 120 kursi. Jika PDIP merapat, maka mantan menteri Sosial itu dipastikan menguasai parlemen Jawa Timur karena memegang suara mayoritas.
BACA JUGA:Ultimatum Kerajaan Arab Saudi, Jamaah Umrah Harus Tinggalkan Tanah Suci Sebelum 6 Juni
BACA JUGA:Jreng! Bisa Usung Tanpa Koalisi di Jatim, PKB Bakal Buat Poros di Luar Khofifah
Eits, tunggu dulu. Membiarkan demokrasi dikerdilkan dengan langkah Khofifah Indar Parawansa yang berupaya melawan kotak kosong tak bisa dibiarkan begitu saja. Sebuah cahaya terang itu tiba-tiba muncul ketika nama Dr KH Marzuki Mustamar (KMM) terus muncul di permukaan. Kemunculannya seperti tabir harapan masyarakat yang datang dari ketulusan dan keinginan untuk menempatkan orang terpilih yang tepat sebagai nahkoda baru di Jawa Timur.
Kontestasi yang demokratis setidaknya masih bisa dijaga marwahnya. Di DPRD Jawa Timur menunjukkan setidaknya hanya ada satu partai yang mampu mengusung kandidat sendiri, yakni PKB dengan 27 kursi. PKB menjadi parpol yang bisa mengusung calon gubernur-wakil gubernur Jatim tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Jalan sufi dengan penuh keyakinan itulah yang ingin dilakukan PKB dengan terus menjaga tradisi dan marwah demokrasi. Tentu saja mengedepankan pertarungan politik yang sehat, adu gagasan serta mencerdaskan bagi masyarakat. Munculnya nama KMM yang berada dalam barisan elektabilitas tertinggi lembaga survei seperti mengabulkan doa warga Jatim yang mampu mengetuk atap langit dengan munculnya calon gubernur yang amanah, bersih, teduh, dan mampu memimpin masyarakat.
Setidaknya apa yang pernah disampaikan Peverill Squire yang memberikan contoh di Amerika, perpaduan dari modal finansial yang kuat pada calon petahana serta tingkat elektabilitas yang tinggi, memunculkan apa yang dinamakan scare-off effect, yaitu sebuah kondisi di mana kandidat di luar petahana memutuskan untuk tidak ikut berkompetisi dalam pemilihan dikarenakan mereka telah beranggapan dengan hasil yang akan kalah. Jalan dakwah KMM memberikan dinamika dan corak demokrasi yang ingin terus dijaga marwahnya di Jawa Timur.
BACA JUGA:Kantongi Tiket Golkar dan Demokrat, Khofifah Tunggu PAN dan Gerindra Menyusul
BACA JUGA:Khofifah Klaim Sudah Komunikasi Dengan PDI Perjuangan Untuk Maju Pilkada Jawa Timur
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemilihan yang hanya diikuti satu pasang calon dapat dilaksanakan dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah apabila setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar, maka dilanjutkan ke tahapan verifikasi sampai pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat untuk maju dalam Pilkada.
Apabila nantinya PKB sungguhan mengusung KMM, dan itu artinya KMM bersedia, maka dapat dikata KMM adalah penopang demokrasi di Jawa Timur. Penjaga marwah dakwah demokrasi yang harus terus bersemi. Setidaknya demokrasi tergambarkan dengan pertarungan gagasan dan ketulusan rakyat untuk memilih pemimpinnya tersaji dengan teduh.
Masih segar dalam ingatan, dunia perpolitikan di Indonesia sempat dihebohkan pada Pilkada tahun 2018 di Makasar. Pasalnya pemilihan wali kota Makassar dimenangkan oleh suara yang diraih kotak kosong dan mengalahkan suara koalisi partai politik yang mengusung satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Dari Pilkada Makasar tersebut menunjukkan bahwa pasangan tunggal tidak harus terpilih.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: