Batik Impor asal Tiongkok Banjiri Pasar, Jadi Penyebab Turunnya Ekspor

JAKARTA, DISWAY.ID-- Tingkat ekspor batik dari dalam negeri pada Kuartal II Tahun 2024 anjlok drastis dengan angka 8,39 persen secara tahunan (y-o-y).

Kondisi demikian diungkap Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum lama ini.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, menyebutkan, salah satu penyebab dari turunnya ekspor batik adalah karena produk-produk impor ilegal dari negara asal Tiongkok yang saat ini masih membanjiri pasar Indonesia.

Dirinya juga menambahkan, bahwa hal serupa juga tengah menimpa produk-produk tekstil dalam negeri lainnya.

BACA JUGA:Walhi Curiga Jokowi Sudah Rencanakan Ekspor Pasir Laut Sejak Tahun Lalu, Gunakan Istilah Berbeda

"Jadi produk-produk batik itu sama dengan produk-produk tekstil lainnya, yang dihadapi adalah produk-produk masuknya secara legal maupun secara illegal," ujar Menperin Agus dalam keterangan tertulis resminya pada Jumat 4 Oktober 2024.

Beberapa waktu lalu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia juga mengungkapkan bahwa saat ini terdapat indikasi adanya modus baru untuk mengimpor barang ilegal ke dalam negeri.

Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Rusmin Amin, modus baru ini dilakukan dengan cara memasukkan barang impor ke dalam melalui importir dengan cara menerapkan strategi menunggu atau wait and see untuk menghindari Satgas Impor.

"Istilahnya, ada proses wait and see dari mereka untuk memasukkan barang impor tersebut ke dalam negeri ini karena adanya Satgas," jelas Rusmin dalam keterangan resminya pada Senin 23 September 2024.

BACA JUGA:4 Bulan Dibentuk, Satgas Impor Diklaim Sukses Berantas Masuknya Produk Ilegal

Untuk mengatasi hal ini, Rusmin menyatakan bahwa Kemendag akan tetap terus melakukan pengawasan kepada perkembangan data impor yang masuk ke dalam negeri.

Jika ada indikasi bahwa barang impor ilegal yang masuk ke dalam negeri menurun, maka tugas Satgas akan selesai pada akhir tahun 2024 ini.

Selain itu, Rusmin juga menambahkan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.  Ini  sesuai  dengan  pasal  435  dan  Pasal  138  ayat  (2)  dan  ayat (3) Undang-Undang  Nomor  17  Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Sumber: