PMI Manufaktur Terkontraksi 5 Bulan Berturut-turut, Kemenperin Soroti Hal Ini

PMI Manufaktur Terkontraksi 5 Bulan Berturut-turut, Kemenperin Soroti Hal Ini

Juru Bicara Kemenperin, Febri Antoni Arif.-Kemenperin-

JAKARTA, DISWAY.ID - Gempuran produk impor, baik legal maupun ilegal, hingga kini masih menjadi penyebab kontraksinya Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia selama lima bulan berturut-turut sejak Juli 2024 lalu.

Hal ini sendiri juga tercermin dari PMI manufaktur Indonesia masih menunjukkan posisi kontraksi pada November ini, yaitu sebesar 49,6.

Saat ini, pasar domestik juga dibanjiri produk impor tersebut dan telah menekan permintaan atas produk dari industri dalam negeri. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang telah berkonsekuensi terbuka pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor dan telah membanjiri pasar Indonesia.

BACA JUGA:PMI Manufaktur Masih Kontraksi di November Ini, Kemenperin Tegaskan Pentingnya Regulasi Pro Industri

"Kami tidak heran dengan kondisi indeks PMI manufaktur yang cenderung mandheg di bawah 50 di saat sebagian besar negara-negara ASEAN lainnya memiliki indeks PMI manufaktur di atas 50 atau ekspansif," ucap Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, dalam keterangan tertulis resminya pada Selasa 3 Desember 2024.

Selain itu, Febri menambahkan, perbandingan instrumen trade measures yang dimiliki Indonesia dengan negara lain menunjukkan bahwa betapa telanjangnya pasar domestik Indonesia. Sebagaimana diketahui, trade measures adalah instrumen kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara WTO untuk menghambat masuknya produk impor ke pasar domestik mereka.

Indonesia memiliki 207 jenis instrumen ini untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik. Sementara anggota WTO lain seperti RRT dan Amerika berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures. 

Bahkan di negara-negara ASEAN, instrumen trade measures Indonesia jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand, Philipina, dan Singapura yang memiliki instrumen trade measure masing-masing sebesar 661, 562, dan 216.

"Masih banyak regulasi yang belum mendukung industri dalam negeri, padahal regulasi tersebut dibutuhkan oleh manufaktur. Bahkan, regulasi yang ada saat ini malah mempersulit ruang gerak industri untuk meningkatkan utilisasi produksinya,” pungkas Febri.

BACA JUGA:Ngerih! Bentrok Antar Suporter Sepakbola di Guinea, 56 Orang Tewas

Selama ini Kemenperin terus mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan terhadap Industri Dalam Negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan produk impor yang sejalan dengan aturan World Trade Organization (WTO) berupa trade remedies, di antaranya adalah Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).

Perlunya menjaga permintaan bagi sektor industri sejalan dengan pernyataan Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith dalam rilis S&P Global. Ia menyampaikan, permintaan adalah kunci bagi kinerja sektor pada masa depan.

Tanpa adanya peningkatan penjualan, yang masih jauh dari kepastian meskipun perusahaan optimis, performa sektor ini kemungkinan akan tetap tertekan dalam waktu mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads