Jalur Domisili Pengganti PPDB Zonasi, PSPK: Tetap Pakai Data Kependudukan

Jalur Domisili Pengganti PPDB Zonasi, PSPK: Tetap Pakai Data Kependudukan

Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) menanggapi perubahan nama dan ketentuan mengenai pelaksanaan PPDB Zonasi menjadi SPMB Domisili.-Annisa Zahro-

JAKARTA, DISWAY.ID - Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) menanggapi perubahan nama dan ketentuan mengenai pelaksanaan PPDB Zonasi menjadi SPMB Domisili.

Direktur PSPK Nisa Felicia menilai berbagai persoalan dari PPDB, termasuk zonasi, adalah kurangnya daya tampung sekolah negeri di sebagian kabupaten/kota di Indonesia.

Maka dari itu, pentingnya kriteria dan pembuktian yang digunakan untuk meranking calon murid yang tinggal di wilayah yang sama.

BACA JUGA:Kades Kohod Arsin Masih Petatang-peteteng Meskipun Sudah Dilaporkan ke Inspektorat Pemda, Kuasa Hukum Warga Kohod: Dia Peras Masyarakat

BACA JUGA:Kesaksian Tukang Bangunan Atas Keberadaan Kades Kohod Arsin yang Menghilang Pasca Debat dengan Menteri Nusron

"PSPK berharap, kriteria jarak dari tempat tinggal ke sekolah (berdasarkan data Kartu

Keluarga ataupun data kependudukan lainnya) tetap menjadi kriteria yang dipilih pemerintah," terangnya.

Menurutnya, kriteria ini tidak secara sistematis menguntungkan atau merugikan kelompok mana pun.

Sedangkan apabila muncul kriteria baru, Nisa mengingatkan untuk mencermati apakah kriteria baru tersebut memberi kesempatan yang adil bagi semua kelompok di sebuah wilayah untuk mengakses pendidikan di sekolah negeri.

BACA JUGA:Kebohongan Abrasi Kades Kohod Arsin di Pagar Laut Tangerang Dibongkar Warga Teluk Naga

BACA JUGA:Kesaksian Tukang Bangunan Atas Keberadaan Kades Kohod Arsin yang Menghilang Pasca Debat dengan Menteri Nusron

Selain itu, cara pembuktian kriteria tersebut haruslah meminimalkan risiko kecurangan, seperti yang terjadi pada pelaksanaan sebelumnya.

Lebih lanjut mengenai jalur domisili terbaru ini, ia menyebut perlunya antisipasi terhadap dampak dari wacana perubahan kuota di tingkat SMP.

"Kuota yang relatif besar saat ini (minimal 50 persen untuk SMP) secara empiris telah memberi ruang yang lebih luas bagi masyarakat kurang mampu untuk dapat mengakses layanan pendidikan sekolah negeri," paparnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads