Kenali Trend No Buy Challange, Bersiap Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Tahun 2025

Masyarakat saat ini mulai menerapkan 'No Buy Challenge" yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi atau keinginan daya beli yang berlebihan demi mewujudkan hidup yang lebih minimalis-Disway.id/Ayu Novita-
JAKARTA, DISWAY.ID -- Masyarakat saat ini mulai menerapkan 'No Buy Challenge" yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi atau keinginan daya beli yang berlebihan demi mewujudkan hidup yang lebih minimalis.
Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia, Vera Margaret mengungkapkan data survey yang dilakukan Snapchat yang diikuti oleh 1.236 responden.
"Sebanyak 62 persen responden tahu tentang No Buy Challenge dan dari angka itu, 68 persen mengatakan ikut berpartisipasi," ujar Vera di acara Media Literacy di Jakarta pada Selasa, 11 maret 2025, petang.
BACA JUGA:Jadwal WFA untuk ASN dan Pegawai BUMN Bakal Jelang Lebaran 2025
BACA JUGA:Kronologi Kebakaran Kereta di Stasiun Tugu Yogyakarta Diungkap KAI
Trend ini bukan hanya muncul dikalangan ekonomi menengah ke bawah tetaou kelompok ekonomi kalangan atas.
"Ada anggapan bahwa No Buy Challenge lebih relevan bagi masyarakat dengan kelas sosial lebih rendah. Tapi survey ini menunjukkan bahwa dari kelas bawah, menengah, hingga atas semua sepakat, bahwa gerakan ini penting," jelasnya.
Lebih lanjut, Vera menjelaskan berdasarkan survey ada lima barang yang ingin dibatasi pembeliaannya oleh Masyarakat Indonesia di 2025, yakni produk viral, produk atau jasa hiburan, properti, makan di cafe atau restoran, dan produk otomotif.
"Berdasarkan responden, 34 persen beli kalau viral, yang sebenernya mungkin penting gak? enggak tapi viral. Nah ini produk-produk yang harus dibatasi untuk pembeliannya," jelas Vera.
Kemudian, Vera menjelaskan cara responden membatasi perilaku berbelanja dengan menggunakan produk subtitusi, artinya mencari barang atau produk lain yang lebih murah.
BACA JUGA:Breaking News! Kereta Terbakar di Stasiun Tugu Yogyakarta
"Contohnya makan di luar yang gak terlalu mahal, jadi digantikan dalam subtitusi dan itu ternyata sangat terkait, sebanyak 47 persen responden memilih itu. Jadi tetep mau (barang tersebut) tapi versi lebih murah," pungkasnya.
Selain membeli produk subtisuti, Vera menjelaskan bahwa responden membeli barang saat ada diskon atau promo menarik, dan responden membeli barang dalam kemasan yang lebih kecil seperti sachet.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: