IHSG Merosot Tajam, Pengamat: Faktor Kerapuhan Struktural Ekonomi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun drastis hingga berada pada level 6.000-6.100-disway.id/Bianca Khairunnisa-
JAKARTA, DISWAY.ID -- Masyarakat kembali dikejutkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun drastis hingga menyentuh level 6.000-6.100, Selasa 18 Maret 2025.
Turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), situasi ini tentunya memicu beragam spekulasi.
Namun menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, hal ini sendiri juga dipicu oleh kerapuhan struktural ekonomi Indonesia yang diperparah oleh kebijakan populis jangka pendek bertumpu utang.
BACA JUGA:Jelang Perayaan Idul Fitri, BBPOM Gelar Sidak Takjil di Sekitaran Masjid Akbar Kemayoran
BACA JUGA:Menhum Tegaskan RUU TNI Bukan Perintah Prabowo
“Penurunan IHSG bukan sekadar refleksi ketidakpastian global, melainkan sinyal alarm bahwa model ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada komoditas, minim inovasi, dan terjebak dalam siklus utang untuk membiayai program populis seperti MBG, Bansos, subsidi listrik 50 persen tarif,” ucap Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Selasa 18 Maret 2025.
“Jika pemerintah tidak segera menghentikan kebijakan serampangan ini, krisis kepercayaan investor akan semakin dalam, dan IHSG hanya menjadi awal dari rantai masalah yang lebih besar,” lanjutnya.
Selain itu di tengah-tengah keterbatasan fiskal, Achmad menambahkan, Pemerintah justru terus menggoda risiko dengan menggenjot program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), subsidi energi, BLT, dan pembangunan infrastruktur "megah" seperti IKN yang tidak produktif.
Terlebih lagi, utang pemerintah telah menembus Rp9.000 triliun pada 2025 (40 pwrsen dari PDB), dengan pembayaran bunga utang mencapai Rp450 triliun per-tahun yang hampir menyamai anggaran pendidikan.
“Kebijakan ini tidak hanya membebani keuangan negara, tetapi juga mengganggu kredibilitas fiskal di mata investor,” pungkas Achmad.
BACA JUGA:Kejari Jakpus Sudah Periksa 7 Pejabat di Kasus Korupsi PDNS Kementerian Kominfo
BACA JUGA:Utut Ungkap Pesan Megawati Terkait RUU TNI: Jangan Sampai Orba-Dwifungsi Kembali
Menurut Achmad, akumulasi utang pemerintah telah memaksa Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan menjadi 5.75 persen (level tinggi dibandingkan Negara ASEAN lainnya) pada Maret 2025 untuk mencegah pelarian modal dan menjaga imbal hasil obligasi.
Alhasil, suku bunga level 5,75 persen yang termasuk cukup tinggi, dan akhirnya menjadi bumerang bagi sektor riil, dimana kredit investasi tumbuh hanya 5 persen (y-o-y), jauh di bawah target 12 persen.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
