bannerdiswayaward

Historitas Tradisi dan Geniusitas Semantik Halal Bihalal di Nusantara

Historitas Tradisi dan Geniusitas Semantik Halal Bihalal di Nusantara

Tradisi halal bihalal yang diperkenalkan Walisongo dan dipopulerkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah.-ist-

PARA penyebar Kslam awal, seperti era wali songo tidak saja memasukkan kata lokal untuk piranti (peribadatan) Islam, seperti puasa dan sembahyang, tetapi juga memasukan kata Arab ke dalam bahasa, agama dan kebudayaan Nusantara, salah satunya itu adalah kata halal bihalal.

Secara historis kata halal bihalal di Indonesia sebelum dipopulerkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah, kata ini sudah diperkenalkan oleh Walisongo, dan ini terdapat pada manuskrip-manuskrip kuno. Misalnya ada pada Suluk Ibrahim Asmaraqondi, MS KBG 194.

Kitab suluk ini tersimpan di Museum Sonobudoyo 2 Yogyakarta. Naskah ini diperkirakan ada sejak abad 15. Ada bab Darmasunya diganti dengan halal bihalal.

BACA JUGA:Tentang Anak-Anak Palestina di Pengungsian Distric Zarqo

Darmasunya adalah ritual pemeluk agama kapitayan Nusantara yang berkumpul setahun sekali di tempat terbuka untul mensyukan (mengosongkan) dosa antar sesama.

Selin Darmasunya ada juga Darmaphala tradisi memberi harta terbaik setahun sekali untuk orang yang telah sangat berjasa, kemudian istilah ini diganti oleh Walisongo menjadi pemberian hadiah (dari hadaya), dan sekarang tradisi ini berubah istilah menjadi THR atau Parcel. Meskipun berbeda istilah tapi subtansinya tidak jauh berbeda

Kembali ke kata halal bihalal, selain terdapat dalam aksara kawi, terdapat juga kata halal bihalal ini di Babad Cirebon abad 17 dengan aksara Pegon. Kata ini meskipun berasal dari bahasa Arab, tetapi di Arab tidak dikenal atau populer, tetapi kata ini amat genius dalam penampatan kaidah lughowiyah (tata bahasa Arab).

Menurut Prof Dr Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999), ia menjelaskan beberapa aspek kegejeniusan itu.

Pertama dalam segi bahasa, kata halal dari segi bahasa terambil dari kata halla atau halala yang mempunyai berbagai bentuk dan makna sesuai rangkaian kalimatnya.

Makna-makna tersebut antara lain, halla al-musykilah, menyelesaikan problem atau kesulitan atau meluruskan benang kusut atau melepaskan ikatan yang membelenggu. Kemudian halla !al-saljah mencairkan yang membeku atau halla at-saminah menghangatkan minyak samin yang membeku.

Dengan demikian, jika memahami kata halal bihalal dari tinjauan kebahasaan ini, menurut Prof Quraish Shihab itu berarti seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali.

BACA JUGA:Enam Jam di Hambalang; Catatan dari Pertemuan Prabowo dan Pimpinan Media

Hal ini dimungkinkan jika para pelaku menginginkan halal bihalal sebagai instrumen silaturahim untuk saling maaf-memaafkan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.

Selain itu penggunaan kata halal bihalal dengan penggunaan kata halal yang diulang dua kali dan sama-sama berbentuk nakirah (indefinitif) dan itu dihadap-hadapkan secara melekat dengan huruf ba (bimakna ilsoq) mempunyai arti dua kesalahan yang mungkin berbeda antar sesama dan saling menghalalkan (memaafkan).

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads