bannerdiswayaward

Gugatan UU TNI di MK, Legislasi Minim Perdebatan, Diduga Tak Libatkan Publik

Gugatan UU TNI di MK, Legislasi Minim Perdebatan, Diduga Tak Libatkan Publik

Sembilan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) berani melawan arus dengan menggugat revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).--X

Menurutnya, revisi ini cenderung memperluas peran militer ke sektor sipil tanpa kajian mendalam, yang justru bisa mengancam profesionalisme dan supremasi sipil di Indonesia.

Para pemohon Perkara 75 yang terdiri dari empat mahasiswa menyebut proses legislasi UU TNI bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 22A, dan Pasal 28D UUD 1945. Mereka menilai bahwa penyusunan UU ini mengabaikan partisipasi rakyat dan berisiko melahirkan produk hukum yang otoriter.

Sementara itu, pemohon Perkara 56 mengkritik UU TNI karena tidak masuk daftar Prolegnas Prioritas 2025 namun tiba-tiba disahkan dengan cepat. Mereka juga mempertanyakan penguatan peran TNI dalam urusan sipil dan penambahan usia pensiun tanpa korelasi logis terhadap tujuan pertahanan negara.

Beberapa poin kontroversial dalam revisi UU TNI antara lain, pelibatan TNI dalam jabatan sipil dan penegakan hukum, penambahan usia pensiun personel TNI aktif, minimnya ruang partisipasi publik dalam pembahasan, dan tidak jelasnya dasar akademik dan data yang mendukung revisi.

Para pemohon menilai, perubahan ini tak hanya lemah dari sisi hukum formil dan materiil, tapi juga membuka celah bagi kebangkitan kembali dwifungsi militer.

BACA JUGA:Tampil di KTT BRICS, Prabowo Tegaskan Indonesia Siap Dukung Perdamaian dan Reformasi Global

Mahkamah Konstitusi Diuji Independensinya

Dalam sidang, Denny Indrayana mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi harus berani menyatakan apakah proses revisi UU TNI ini "meaningful" atau hanya "pura-pura".

“Kalau MK membiarkan proses legislasi semacam ini, maka Mahkamah sendiri kehilangan peran sebagai pengawal demokrasi,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto dan Menkumham Supratman Andi Agtas, dalam sidang sebelumnya, menyatakan bahwa proses pembahasan RUU TNI telah dilakukan sejak 2023 dan dianggap memenuhi aspek hukum formal.

Para pemohon meminta MK agar menyatakan UU TNI versi terbaru ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan agar pasal-pasal lama dari UU Nomor 34 Tahun 2004 diberlakukan kembali.

Permohonan itu disampaikan sebagai bentuk keberatan atas proses pembentukan yang dinilai jauh dari asas negara hukum yang demokratis.

BACA JUGA:DPR RI Segera Bahas Surat Purnawirawan TNI yang Usulkan Pemakzulan Gibran

Ahli di sidang MK, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, menyebut bahwa Indonesia tengah mengalami gejala autocratic legalism. Di mana hukum digunakan untuk melanggengkan kekuasaan.

Ia menyoroti lemahnya fungsi legislasi dan tidak digunakannya naskah akademik sebagai alat legitimasi proses hukum.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads