Tarif Impor 32 Persen Trump ke RI Direspons, BRICS Tak Tinggal Diam

Tarif Impor 32 Persen Trump ke RI Direspons, BRICS Tak Tinggal Diam

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyebut ada ruang negosiasi hingga akhir Juli.-setkab-

Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir (Tata) menegaskan bahwa keterlibatan Indonesia dalam forum BRICS bukan untuk melawan Amerika Serikat.

“Pertemuan BRICS tidak diarahkan untuk menantang negara manapun. Yang dibahas lebih pada kerja sama multilateral, isu kesehatan, lingkungan, dan pembangunan global,” jelas Tata.

BACA JUGA:Kepercayaan Investor Global Menguat, Transformasi Jadi Fondasi Daya Tarik Saham BBRI

Namun demikian, Presiden Trump juga mengancam tarif tambahan 10 persen untuk negara-negara pendukung BRICS, yang dinilai bisa menekan ekspor strategis dari anggota BRICS, termasuk Indonesia.

Kepala Biro Humas Kemendag, N.M. Kusuma Dewi menyatakan bahwa meski ada ancaman tarif, ekspor Indonesia masih menunjukkan tren positif.

Pemerintah juga terus mendorong akses pasar baru melalui perjanjian dagang internasional dan memperkuat UMKM lewat program UMKM Bisa Ekspor.

Namun kekhawatiran tetap ada, terutama dari sektor-sektor strategis seperti tekstil, karet, baja, elektronik, dan CPO.

Menurut Ekonom UPN Veteran, Achmad Nur Hidayat, kebijakan ini dapat menjadi “senjata makan tuan” bagi AS jika dihadapi secara kolektif oleh BRICS.

“BRICS kini menguasai lebih dari separuh populasi dunia dan PDB gabungannya telah melampaui G7 dalam PPP. Jika mereka menyatukan respons, daya tawar bisa melonjak,” katanya.

Achmad juga menyebut bahwa tarif ini bisa mempercepat tren de-dollarisasi dan penguatan sistem pembayaran berbasis mata uang lokal antarnegara BRICS. Bahkan menyamakan potensinya dengan embargo minyak OPEC tahun 1973 yang mengguncang AS.

Kebijakan tarif Trump disebut sebagai kelanjutan dari strategi "Liberation Day", yang memberikan 90 hari ruang negosiasi sejak April 2025. Kini, masa negosiasi tinggal beberapa minggu.

BACA JUGA:DPR Bentuk Tim Awasi Penulisan Ulang Sejarah, Puan Maharani: Jangan Ada yang Dihilangkan Jejaknya

Gedung Putih juga dikabarkan akan mengirim surat serupa ke lebih banyak negara.

Menurut laporan The New York Times, tarif bisa naik lebih tinggi jika negara-negara target mencoba menghindari bea masuk AS dengan pengalihan jalur ekspor atau tindakan balasan.

Dengan deadline 1 Agustus 2025 kian mendekat, Indonesia tengah berjibaku menyelamatkan ekspornya dari tarif 32 persen yang mengancam sektor-sektor strategis. Negosiasi menjadi harapan utama, sementara BRICS bisa menjadi kekuatan baru dalam menghadapi tekanan dagang global.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads