Obituari Mas Imam Aziz: Kiai yang Menenun Luka Bangsa dengan Cinta
KH Imam Aziz, pengasuh Pesantren Bumi Cendekia Yogyakarta.-doc. jagad budaya-
Dikatakannya lagi, Mas Imam Aziz pernah mendorong penulis-penulis muda untuk berdialog dengan para eksil korban 1965, baik dari kubu Lekra maupun Manifesto.
BACA JUGA:WNI Dapat 'Hadiah' Visa Schengen Multi-Entry Untuk Jelajahi Benua Biru
BACA JUGA:Jejak Emas Prabowo di Tanah Suci, Kampung Haji Indonesia 400 Meter dari Ka'bah Insyaallah Jadi
“Saya senang, sampean berdialog secara berimbang, tidak hanya dengan eksil Lekra, tapi juga Manifestan seperti Bung Ikranegara,” kenangnya.
Kecintaannya pada sejarah tak pernah berhenti pada nostalgia. Mas Imam Aziz mendorong rekonsiliasi 65 bukan untuk menghidupkan dendam, tapi demi pengakuan dan penyembuhan.
Bagi Mas Imam, korban adalah anak bangsa yang luka dan butuh ruang pemulihan. Rekonsiliasi, baginya, adalah jalan menuju keadilan dan masa depan yang damai seperti langkah Gus Dur saat mengusulkan pencabutan Tap MPRS No. 25/1966.
Di Garis Depan Kemanusiaan: Dari Gempa Jogja ke Bantaran Kali
Saat gempa mengguncang Yogyakarta pada 2006, menurut Aguk, Mas Imam Aziz berada di barisan depan. Tak hanya hadir sebagai relawan, ia juga menyusun strategi dan menggerakkan jaringan bantuan internasional seperti Cordaid dan IOM.
Ia membuat bagan-bagan taktis langsung saat diskusi, menunjukkan bahwa kerja kemanusiaan tak cukup dengan niat, tapi perlu strategi dan organisasi.
Mas Imam juga menjadi instruktur dalam program pendampingan anak-anak pemulung di bantaran Kali Code.
Di kampung yang dibelah sungai dan rumah seadanya itu, ia mendirikan mushola. Baginya, mereka yang tinggal di pinggiran pun berhak mendapat pendidikan dan kebahagiaan. “Mereka juga berhak untuk bergembira,” katanya suatu kali yang dikenang Aguk.
BACA JUGA:Bongkar Kecurangan Mafia Beras, Bareskrim: Proses Pemeriksaan!
BACA JUGA:'ZAKAT' HARAM LPEI RP11,7 TRILIUN
Tanda-Tanda Pamitan
Pertemuan terakhir Aguk dengan Mas Imam terjadi pada 21 Juni 2025, di acara reuni jamaah LKiS di Museum Sandi. Tak ada tanda-tanda bahwa tubuh itu sedang melawan penyakit. Ia terlihat bugar.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
