Harga BBM Tembus Rp150 Ribu di Aceh Tamiang, Pengamat: Panic Buying

Harga BBM Tembus Rp150 Ribu di Aceh Tamiang, Pengamat: Panic Buying

Ilustrasi SPBU Pertamina-Bianca-

JAKARTA, DISWAY.ID — Bencana banjir dan tanah longsor yang menerjang Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) sejak akhir November 2025 membawa dampak lanjutan yang tak kalah serius. Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Di beberapa titik, harga BBM bahkan meroket tak masuk akal.

Di Aceh Tamiang, misalnya, harga Pertalite hingga Pertamax dilaporkan menembus kisaran Rp80 ribu sampai Rp150 ribu per liter.

BACA JUGA:Diaspora Tumpul, Strategi Kabur! Inilah Penyebab Timnas Indonesia U-22 Tumbang dari Filipina

Kondisi ini dipicu akses yang terganggu, distribusi yang tersendat, dan maraknya fenomena panic buying.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai lonjakan harga dan kelangkaan BBM adalah efek psikologis masyarakat dalam situasi krisis.

“Ketika orang tidak yakin besok bisa mengisi, mereka mengisi hari ini lebih banyak dari kebutuhan normal. Ini bukan kesalahan warga,” ujar Achmad kepada Disway, Selasa (9/12).

Ia menjelaskan, perilaku tersebut adalah respons yang rasional di tengah ketidakpastian. Namun jika dibiarkan, panic buying dapat mengubah kekurangan sementara menjadi kelangkaan yang nyata.

Achmad menegaskan bahwa persoalan utama di wilayah bencana bukan semata tentang jumlah stok BBM, melainkan bagaimana stok tersebut bisa mengalir cepat ke wilayah kritis.

“Persoalan di Sumut bukan soal ‘berapa liter tersedia’, tapi ‘seberapa cepat liter itu bisa sampai ke lokasi kritis’. Fokusnya harus bergeser dari logika stok ke logika aliran,” jelasnya.

BACA JUGA:Kronologi Pejabat SKK Migas, Pesepeda di Jalan Sudirman yang Tabrakan Bus Listrik Hingga Tewas

Ia juga memperingatkan bahwa rumor “BBM habis” dapat memperparah kepanikan jika pemerintah tidak bergerak cepat memberikan informasi yang tepercaya dan terpusat.

Menurut Achmad, negara dan badan usaha energi harus memastikan tiga hal:

  1. Prioritas penyaluran ke wilayah kritis
  2. Mekanisme distribusi darurat yang adaptif
  3. Transparansi informasi dan manajemen ekspektasi publik

“Banyak krisis pasokan di Indonesia bukan lahir dari kekurangan materi, tetapi dari kekurangan informasi yang tepercaya,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads