Konser Kemanusiaan dan Etika Solidaritas Bangsa
Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)--
Kami mengirim 10 mahasiswa sebagai relawan ke Sumatera Barat untuk membantu penanganan awal dan pemulihan masyarakat terdampak.
Mereka berasal dari berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa—datang dengan latar belakang disiplin dan minat yang berbeda, tetapi disatukan oleh semangat pengabdian.
Kehadiran mereka di lapangan adalah bukti bahwa pendidikan tidak hanya berlangsung di ruang kelas, tetapi juga di tengah lumpur, air bah, dan luka sosial yang nyata.
Pengalaman semacam ini membentuk karakter mahasiswa: empati, kerja sama, ketangguhan, dan kesadaran bahwa ilmu menemukan maknanya ketika diabdikan.
Dalam bahasa pedagogi modern, inilah experiential learning—belajar melalui keterlibatan langsung—yang terbukti efektif membangun tanggung jawab sosial generasi muda.
BACA JUGA:Elegi Lumpur di Hulu Bencana
BACA JUGA:Polemik PBNU: Pelanggaran Berat, Bukan Perselisihan
Seni, Agama, dan Bahasa Kemanusiaan
Konser kemanusiaan ini menunjukkan satu hal penting: seni dan agama dapat bertemu sebagai bahasa universal kepedulian.
Musik, yang kerap diposisikan semata sebagai hiburan, dalam konteks ini beralih fungsi menjadi medium empati.
Ia menembus sekat-sekat sosial, usia, latar belakang, bahkan perbedaan pandangan.
Nada dan lirik bekerja langsung pada rasa, bukan pada perdebatan. Ketika emosi disentuh, kepedulian bergerak tanpa perlu dipaksa.
Ketika musik berpadu dengan pesan moral agama, lahirlah ruang bersama yang inklusif—ruang di mana nilai-nilai kemanusiaan hadir tanpa nada menggurui.
Agama memberi arah etik, sementara seni memberi kelembutan bahasa.
BACA JUGA:World Indonesianist Congress: Belajar dari Kawan
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: