Gerbang Tani Gaungkan 'Taubat Ekologis', Serukan Perubahan Tata Kelola SDA Nasional
Krisis Lingkungan Kian Parah, Tokoh Lintas Agama Serukan Taubat Ekologis---Dok. Istimewa
Menag juga mengingatkan keterbatasan akal manusia dalam memahami seluruh realitas semesta.
Ia menyoroti keterhubungan antarunsur kehidupan yang membuat kerusakan di satu wilayah berdampak luas terhadap ekosistem dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.
“Merusak satu bagian bumi berarti mengguncang keseluruhan sistem kehidupan,” ujarnya.
Dalam perspektif teologis, Nasaruddin mengutip pemikiran Ibnu Arabi tentang konsep tajalli dan acosmos, yang memandang alam sebagai manifestasi sifat-sifat Ilahi. Karena itu, alam tidak layak diperlakukan sebagai benda mati yang bebas dieksploitasi.
Dari Retorika ke Aksi Nyata
Menurut Nasaruddin, bahasa agama memiliki kekuatan besar untuk mendorong perubahan, terutama ketika pendekatan teknokratis sering menemui jalan buntu.
Melalui program Kurikulum Cinta, Kementerian Agama berupaya menanamkan kesadaran ekologis berbasis nilai spiritual sejak dini.
Ia menyampaikan pesan reflektif yang kuat, “Tundalah kiamat dengan merawat bumi.”
Namun, Menag juga memberikan catatan tegas bahwa taubat ekologis tidak boleh berhenti pada wacana moral semata. Ia menekankan perlunya langkah konkret dan terukur.
“Taubat ekologis harus diwujudkan dalam paket kerja nyata yang bisa diawasi publik, mulai dari audit izin dan konsesi, pemulihan daerah aliran sungai, rehabilitasi hutan, pembenahan tata ruang berbasis risiko bencana, hingga penegakan hukum yang menyasar pelaku dan rantai keuntungannya,” tegasnya.
Seminar nasional ini menegaskan bahwa krisis ekologi bukan hanya persoalan teknis, melainkan persoalan moral, spiritual, dan kebijakan. Sebuah panggilan bersama untuk berani berubah—melakukan taubat ekologis demi menjaga masa depan bumi dan generasi mendatang.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: