Salah satu contoh yang nilai luhur yang mendarah daging dalam masyarakat Sunda yang hingga saat ini merupakan terhadap kearifan yang harus terus dijaga adalah prinsip silih asah, silih asuh dan silih asih.
Filosofi ini mengajarkan pentingnya saling mengasah, yang berarti berbagi ilmu pengetahuan dan keterampilan agar dapat meningkatkan kualitas diri dan orang lain agar lebih baik.
Saling mengasihi, artinya dalam kehidupan sosial kita dituntut untuk menebarkan kasih sayang antar sesama agar tercipta harmoni.
Sementara saling mengasuh, kita dituntut untuk saling membina dan mengayomi antara satu dengan yang lainnya. Nilai-nilai inilah yang akan mendorong masyarakat Sunda untuk hidup rukun dan harmonis.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, nilai-nilai luhur warisan kearifan lokal ini tergerus dan terlupakan.
Proses pendidikan nilai dan karakter kerapkali tidak menyentuh secara holistik terhadap internalisasi nilai-nilai dalam praktek kehidupan sosial masyarakat kita.
BACA JUGA:Heboh IKN Disebut 'KOTA HANTU' oleh Media Asing, DPR Dorong OIKN Laporkan Progres
Ketahanan komunitas yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal tidak lagi menjadi tradisi yang diajarkan, baik dalam bangku pendidikan maupun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Komunitas dalam masyarakat tercerai berai dengan imaginasi nilai yang didapatkan secara bebas, terutama dalam ruang digital yang ditafsirkan sendiri dan tidak disertai keteladanan dalam komunitas itu.
Sehingga komunitas itu mudah tercerai-berai oleh provokasi ekstremisme, fragmentasi dan polarisasi sosial.
Dalam konteks kekerasan, di tengah derasnya arus digitalisasi, propaganda radikal terbukti mampu menjangkau individu, bahkan mencetak “lone wolf terrorism” yang berbahaya.
Fenomena ini merongrong kepercayaan publik terhadap merenggangnya kohesivitas sosial dalam suatu masyarakat.
BACA JUGA:Paulus Tannos Gugat KPK! Buronan E-KTP Uji Sahnya Penangkapan di PN Jaksel
Sebagai sebuah bangsa, kita telah menyepakati bahwa filosofi berbangsa dan bernegara harus berlandaskan pada empat konsensus kebangsaan.