Obat Penangkal Covid-19 Akhirnya Ditemukan, Diberi Nama Paxlovid, Berikut Uji Klinis dan Penjelasan Ahli

Obat Penangkal Covid-19 Akhirnya Ditemukan, Diberi Nama Paxlovid, Berikut Uji Klinis dan Penjelasan Ahli

Ilustrasi: Paxlovid efektif mengobati Covid-19 dan menekan kematian, -Pixabay/@diegobarruffa-

Paxlovid juga memiliki kontraindikasi jika diberikan bersama obat lain yang berinteraksi dengan CYP3A seperti alfuzosin, pethidine, propoxyphene, amiodarone, dronedarone, flecainide, propafenone, quinidine, colchicine, lovastatin, simvastatin, phenobarbital, rifampin, dan lainnya.

Daftar lengkap obat yang memiliki kontraindikasi dengan Paxlovid ada di publikasi lembar fakta yang dikeluarkan oleh FDA.

Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum mengonsumsi obat ini.

Bimo juga menjelaskan bahwa pada umumnya penderita komorbid boleh mengkonsumsi Paxlovid selama dikonsultasikan dengan dokter.

Bagi yang memiliki masalah ginjal (eGFR sama dengan atau lebih besar 30 hingga kurang dari 60 mL/min) dosis Paxlovid perlu dikurangi menjadi 150 mg nirmatrelvir dan 100 mg ritonavir dua kali sehari selama 5 hari.

Meski demikian, Paxlovid tidak boleh diberikan kepada penderita gangguan ginjal dengan eGFR kurang dari 30 mL/min, juga tidak direkomendasikan untuk penderita gangguan hati yang parah (Child-Pugh kelas C).

Berbagai negara sudah menggunakan Paxlovid. Di wilayah timur, Korea Selatan menjadi negara Asia pertama yang telah menyetujui penggunaan Paxlovid.

Sementara Indonesia sudah kedatangan Paxlovid dan masih menunggu kajian efikasi, khasiat, dan efek samping dari Paxlovid yang dilakukan oleh BPOM.

Bimo mengingatkan, meski kasus COVID-19 sudah menurun di banyak daerah dan negara. 

Bukan berarti masyarakat harus lengah akan protokol kesehatan, terutama karena masih ada varian baru yang terus muncul akibat mutasi virus SARS-CoV2.

Diharapkan masyarakat juga tidak meremehkan virus ini karena SARS-CoV-2 adalah RNA-coronavirus yang sangat menular dan dapat menyebabkan kasus serius seperti pneumonia serta gejala long Covid-19yang dapat berakibat pada kerja organ tubuh di masa panjang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: associate profesor