Belajar Tasawuf dari Abu Yazid al-Bustomi
KH Imam Jazuli Lc--
Dengan begitu, Islam tidak lagi menegasikan kearifan lokal melainkan mampu mengislamisasikannya dari dalam. Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan Islam radikal yang destruktif terhadap lokalitas. Islam Sufistik dengan kemampuannya beradaptasi tersebut sangatlah dibutuhkan, terutama bagi umat muslim yang hidup di dalam keragaman suku bangsa seperti Indonesia.
Islam tidak mungkin ditampilkan bermusuhan dengan nilai-nilai kearifan lokal, apalagi Indonesia dihuni oleh bukan saja umat muslim, di sana ada umat Nashrani, Hindu, Buddha, dan Konghucu, yang setiap orang memiliki nilai-nilai lokalitas masing-masing. Tentu saja, pribumisasi dan akulturasi ini sulit dikembangkan oleh mereka yang tidak tumbuh dalam tradisi intelektual sufistik.
Sebaliknya, dengan memperkuat tradisi sufistik, Islam akan tampil dengan wajah yang ramah terhadap adat dan tradisi lokal, seperti yang dicontohkan oleh Bayazid, di mana Islam dan lokalitas Persia tumbuh bersama saling melengkapi. Dari sini, kita perlu belajar terhadap Islam rahmah ala Bayazid dari Persia itu. (*)
*) Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: