Mandatory Spending dalam UU Kesehatan Dihapus, Menkes Budi Beri Penjelasan
Ketua DPR Puan Maharani dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin setelah pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan di gedung parlemen, 11 Juli 2023. -Dokumentasi Puan Maharani-
BACA JUGA:Puan Maharani Ketok Palu, DPR Resmi Sahkan RUU Kesehatan Jadi UU
Sementara di Jepang dengan pengeluaran sekitar 4.800 dollar dengan usia harapan hidup 80 tahun, Korea Selatan 3.600 dollar AS dengan usia harapan hidup 84 tahun, dan Singapura 2.600 dollar AS dengan rata-rata usia harapan hidup mencapai 84 tahun.
"Bayangkan 12.000 dollar AS outcome-nya 80 tahun, versus (sekitar) 2.000 dollar AS (di Quba) dengan outcome-nya 80. Tidak ada data yang membuktikan bahwa spending makin besar derajat kesehatannya membaik," imbuhnya.
Dengan demikian, kata Budi, perbedaan pengeluaran di bidang kesehatan tiap negara membuktikan biaya kesehatan sangat tidak transparan.
"Berbeda dari industri lain yang pengeluaran bisa diestimasi," pungkasnya.
Hilangnya mandatory spending dalam beleid UU Kesehatan Jadi Sorotan
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) salah satunya, menyebut bahwa penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10 persen dari APBN dan APBD menjadi ketentuan yang bermasalah.
BACA JUGA:Sahkan UU Kesehatan, Panja RUU: Ini Regulasi Penting yang Komprehensif
Padahal, masih ada 58 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10 persen pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang.
"Realita di lapangan memprihatinkan," kata Founder dan CEO CISDI, Diah Satyani Saminarsih.
Menurut Diah, prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran.
"Hilangnya mandatory spending anggaran kesehatan membuat tidak ada jaminan atau komitmen perbaikan untuk menguatkan sistem kesehatan di tingkat pusat maupun daerah,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: