Kejagung Hentikan 3.121 Perkara Pidana Umum dengan Restorative Justice

Kejagung Hentikan 3.121 Perkara Pidana Umum dengan Restorative Justice

Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Fadil Zumhana-Dok. Kejagung-

JAKARTA, DISWAY.ID-- Kejaksaan Agung (Kejagung) memberhentikan penanganan perkara pidana umum dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) sepanjang 22 Juli 2020-11 Juli 2023.

Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.

"Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif lahir untuk memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materiel dan hukum formil yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restoratif," kata Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Fadil Zumhana, dalam keterangannya, Sabtu, 22 Juli 2023.

BACA JUGA:Pesan Jokowi untuk Jaksa di Hari Bhakti Adhyaksa ke-63: Jangan Ada Lagi yang Permainkan Hukum!

Fadil mengatakan pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan suatu terobosan hukum yang bertujuan memberikan penerapan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan.

Yaitu dengan memberikan ruang serta kesempatan terhadap pelaku untuk memulihkan hubungan dan memperbaiki kesalahan terhadap korban di luar pengadilan (non-judicial settlement) sehingga permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya perbuatan pidana dapat terselesaikan dengan baik demi tercapainya persetujuan dan kesepakatan di antara para pihak sekaligus memulihkan kondisi sosial di masyarakat.

“Penerapan keadilan restoratif adalah sebuah kebutuhan hukum masyarakat secara global,” kata Fadil.

BACA JUGA:Momen Bos MTI Rian Mahendra Bisiki Livia Pimpinan Bus Sambodo Ingin Nebeng Ruang Tunggu Ekslusif

Fadil mengatakan ada hal yang perlu dicermati dalam penerapan keadilan restoratif, yakni menjadi kewenangan siapa penerapan keadilan restoratif dilakukan dalam setiap sistem hukum.

Fadil berpendapat, penerapan keadilan restoratif adalah sebuah kebutuhan hukum masyarakat secara global. Namun, hanya kejaksaan yang memiliki kewenangan ini lantaran memiliki asas dominus litis atau hak melakukan penuntutan.

"Kewenangan ini menempatkan jaksa sebagai 'penjaga gerbang' hukum yang menentukan apakah suatu perkara layak atau tidak layak untuk disidangkan," ujarnya.

BACA JUGA:Bus BRT Trans Pakuan Resmi Operasi, Ridwan Kamil: Sebagai Feeder untuk LRT Jabodebek

Dalam penerapannya, ungkap Fadil, jaksa akan melihat apakah sebuah perkara dapat atau tidak dilakukan penuntutan sejak penyidikan. Penilaian tidak hanya tentang kelengkapan formil dan materiel, tetapi aspek kemanfaatan yang akan didapat.

"Aspek kemanfaatan ini menjadi penting dalam mewujudkan keadilan restoratif karena di sanalah terdapat kewenangan diskresi penuntutan. Inilah bentuk kewenangan jaksa yang tidak dimiliki oleh penegak hukum lainnya," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads