Kecewa dengan Tuntutan JPU, Korban Shirly Prima Gunawan Kirim Surat ke KY hingga DPR
Martin Lukas Simanjuntak-Disway.id/Anisha Aprilia-
JAKARTA, DISWAY.ID - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan terkait surat izin usaha perdagangan (SIUP), Shirly Prima Gunawan dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
Mengenai hal ini, Rizky Ayu Jessica, pelapor kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan terkait surat izin usaha perdagangan (SIUP) dengan terdakwa Shirly Prima Gunawan merasa tak terima dengan hukuman yang diberikan terhadap pelaku tersebut.
Sebab, JPU hanya memberikan sangkaan kepada Shirly dengan pasal penipuan yakni Pasal 378 KUHP.
BACA JUGA:Kuasa Hukum: 'Kondisi Ammar Zoni Stress Berat, Dia Sudah Assasement, Jadi Harus Direhab!'
Padahal, menurut fakta persidangan, SIUP yang digunakan palsu. SIUP itu dijadikan sebagai alat melakukan suatu penipuan terhadap pelapor atau korban.
"Kenapa yang digunakan hanya penipuan (Pasal 378), ini yang menjadi tanda tanya kita apakah ke depan membuat ataupun menggunakan surat yang palsu untuk menggunakan modus penipuan akan dibiarkan tanpa dilakukan penuntutan, sehingga masyarakat nanti akan berbondong-bondong melakukan penipuan dengan memalsukan surat SIUP itu berbahaya lo," kata kuasa hukum korban, Martin Lukas Simanjuntak usai persidangan, Selasa, 22 April 2023.
Martin mengatakan dalam ketentuan pidana yang lebih diutamakan adalah asas kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
BACA JUGA:Aktor Ammar Zoni Didakwa Dua Pasal Terkait Narkotika
Dia melihat ada indikasi JPU tidak maksimal dalam menyusun tuntutan. Sebab, kata Martin, pada fakta persidangan sudah terbukti bahwa SIUP yang digunakan terdakwa palsu dan dijadikan sebagai alat untuk menipu.
"Maka, seharusnya yang menjadi prioritas untuk tuntutan adalah SIUP palsu tersebut bukan penipuan yang hukumannya lebih ringan. Karena kalau masalah penuntutan kan ini relatif ya, ada hal yang memberatkan ada hal yang meringankan, ada alasan pembenar ada alasan pemaaf," ujarnya.
Mengenai hal ini, Martin mengaku telah mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial dengan tembusan Ketua Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Negeri dan Komisi III DPR. Surat itu sebagai permohonan pemantauan dan investigasi perkara dengan nomor berkas: 136/Pid.B/2023/PN Jakarta Selatan.
Harapannya, melalui putusan majelis hakim nanti tercermin kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum. Kemudian, tidak ada lagi orang yang menggunakan SIUP palsu dan keadilan bisa diberikan kepada korban dan juga pelapor. Lembaga peradilan juga diharapkan dapat menerapkan equality before the law tanpa membeda-bedakan status orang yang bermasalah dengan hukum.
"Karena gini jangan sampai nanti misalkan yang maling ayam ditahan kalau maling tas, atau yang jual tas, menipu bisa lepas di persidangan," tutur Martin.
BACA JUGA:Saat Megawati Tahu Ulah Budiman Sudjatmiko Dukung Prabowo, Begini Responsnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: