Ini Hukum Terima Serangan Fajar Politik Uang dalam Islam
Selasa 13-02-2024,10:22 WIB
Reporter:
Marieska Harya Virdhani|
Editor:
Marieska Harya Virdhani
Pemilu 2024-Hukum politik uang dan serangan fajar dalam islam-NU Online/Freepik
JAKARTA, DISWAY.ID - Apa hukum menerima uang dan serangan fajar dalam islam?
Menjelang Pemilu 2024, di masa tenang menuju pencoblosan justru merupakan masa-masa rawan serangan fajar politik uang.
Dikutip dari situs resmi Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, serangan fajar sendiri adalah pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya saat kampanye menjelang Pemilu.
Jelang pemilihan umum, satu hal yang perlu diwaspadai adalah praktik politik uang.
Serangan fajar adalah istilah populer politik uang.
Berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, bentuk serangan fajar tidak terbatas uang.
Bagaimana hukum dalam islam?
Dikutip dari laman NU Online, hukum politik uang, termasuk pula serangan fajar hukumnya haram.
Hal itu ditegaskan Komisi Waqi'iyyah Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah.
3 Alasan Politik Uang Haram
Pertama, serangan fajar tergolong dalam praktik risywah (suap).
Sejatinya, memberi atau menerima uang dengan tujuan untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum termasuk dalam kategori risywah (suap), yang hukumnya haram secara mutlak.
Dalam Islam, suap dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan merupakan dosa besar.
Kedua, praktik politik uang, termasuk serangan fajar, merupakan perkara yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum.
Pasal 187A melarang dengan tegas pemberian dan penerimaan uang atau imbalan lain untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum.
Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana.
Ketiga, politik uang mengakibatkan kerusakan dalam sistem bernegara. Melarang money politic juga merupakan upaya untuk menutup semua peluang (saddan li dzari'ah) terjadinya kerusakan tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan dan kehidupan bernegara.
Syekh Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni Muhtaj mengatakan, dalam ilmu fiqih suap atau risywah didefinisikan sebagai tindakan memberi sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar dia melakukan sesuatu yang tidak adil atau tidak benar.
Suap adalah tindakan yang tercela dan bertentangan dengan dihukum. الرشوة هي ما يبذل للغير ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق
Artinya; "Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil." (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj, jilid VI, halaman 288).
Dengan kata lain, suap adalah memberi sesuatu agar seseorang memutuskan sesuatu dengan tidak adil.
Sementara serangan fajar bisa dianggap suap karena bertujuan agar rakyat tidak memilih pemimpin dengan obyektif.
Serangan fajar ingin rakyat memilih pemimpin berdasarkan apa yang diberikan saat serangan fajar, bukan integritas dan kompetensi pemimpin.
Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa suap atau risywah memiliki dampak yang merugikan dalam masyarakat, karena dapat merusak proses demokratis dan menghasilkan pemimpin yang kurang bermoral dan tidak kompeten.
Sementara itu Taqiyuddin As-Subki dalam Fatawas Subki mengatakan bahwa praktik politik uang, termasuk pula, hukumnya adalah haram.
Hal ini karena praktik tersebut termasuk dalam kategori risywah, yaitu pemberian sesuatu kepada seseorang dengan tujuan agar orang tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu. والمراد بالرشوة التي ذكرناها ما يعطى لدفع حق أو لتحصيل باطل وإن أعطيت للتوصل إلى الحكم بحق فالتحريم على من يأخذها كذلك ، وأما من لم يعطها فإن لم يقدر على الوصول إلى حقه إلا بذلك جاز، وإن قدر إلى الوصول إليه بدونه لم يجز . وهكذا حكم ما يعطى على الولايات والمناصب يحرم على الآخذ مطلقا ويفصل في الدافع على ما بينا؛
Artinya, "Suap yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang diberikan untuk menolak hak atau untuk mendapatkan sesuatu yang batil. Jika suap diberikan untuk mendapatkan putusan hukum yang benar, maka haram bagi yang menerimanya.
Adapun bagi yang memberi suap, jika dia tidak bisa mendapatkan haknya kecuali dengan suap, maka hal itu diperbolehkan.
Namun, jika dia bisa mendapatkan haknya tanpa suap, maka suap tidak diperbolehkan.
Demikian pula hukum suap untuk jabatan dan kedudukan, haram bagi yang menerimanya secara mutlak.
Sedangkan bagi yang memberi suap, hukumnya dibedakan berdasarkan penjelasan di atas.
(As-Subki, Fatawas Subki fi Furu' il Fiqhis Syafi'i, jilid I, halaman 221).
Dengan demikian, dalam konteks pemilihan umum, masyarakat seharusnya memahami dan menghindari praktik serangan fajar agar dapat menjaga integritas dan keadilan dalam pelaksanaan proses demokrasi, terutama dalam pemilihan Presiden dan calon legislatif di tanggal 14 Februari 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
nu online