Sejarawan Sebut Pledoi Indonesia Menggugat Soekarno Dianggap Masih Relevan
Sejarawan Bondan Kanumoyoso saat menghadiri acara peringatan Hari Lahir Bung Karno di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.--
JAKARTA, DISWAY.ID - Sejarawan Bondan Kanumoyoso menyebut bahwa pledoi Indonesia Menggugat Ir. Soekarno atas pemerintahan kolonial Belanda, masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
Bahkan, menurut Bondan, Pledoi yang melawan imperialisme dan kolonialisme itu masih terngiang-ngiang di telinga meski sudah hampir 100 tahun yang lalu.
BACA JUGA:5 Hotel Terdekat dari Bandara Soekarno-Hatta, Tarif per Malam Ada yang Nggak Sampai Rp200 Ribu!
Hal itu disampaikan Bondan saat hadir sebagai pembicara dalam peringatan Hari Lahir Bung Karno di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Juni 2024.
“Walaupun sudah berlalu hampir 100 tahun yang lalu, tapi rasanya Bung Karno seperti berbicara lagi di telinga kita dan menggedor hati kita semua dengan argumen-argumen yang masih relevan hingga saat ini. Jadi perbaikan nasib rakyat Indonesia itu menjadi tugas bersama,” ujar Bondan Kanumoyoso.
BACA JUGA:H+3 Lebaran 2024, Penumpang di Bandara Soekarno Hatta Mencapai 129.452 Orang
Lebih lanjut, Bondan juga memuji pemikiran Bung Karno lewat pidato pembelaan atau pledoi Indonesia Menggugat yang dibuat di bawah tekanan pemerintahan kolonial saat di dalam penjara Banceuy di Bandung pada 1930.
Dia juga menyebut belum ada yang bisa menandingi pemikiran Bung Karno dalam pledoi Indonesia Menggungat.
“Saya kira menyamakan tidak bisa. Karena memang ditulis dengan kedalaman dan satu pemahaman yang luar biasa. Dengan runtut dan sistematis, dengan mengambil referensi 60 orang penulis, saya hitung, dan tokoh-tokoh dunia yang cukup itu paling kurang. Jadi luar biasa,” kata Bondan.
BACA JUGA:Puncak Arus Balik di Bandara Soekarno-Hatta, Menhub Prediksi Terjadi Pada H+5 Lebaran 2024
BACA JUGA:Situasi Terkini di Bandara Soekarno-Hatta Jelang H-3 Lebaran 2024
“Jadi Pledoi Indonesia Menggugat yang berbeda dibagi dalam 19 bagian. Diawali dengan uraian tentang imperialisme, diakhiri dengan marhaenisme. Sangat sistematis,” lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: