Indonesia Deflasi Dua Bulan Berturut-Turut, Ekonom Minta Pemerintah Perhatikan Hal Ini
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati menyebut deflasi Indonesia dalam dua bulan terakhir bukan sesuatu yang mengejutkan-Dok. Pribadi-
JAKARTA, DISWAY.ID - Sejak memasuki bulan Juni lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mencatat tingkat deflasi Indonesia kini sudah sebesar 0,08% (mtm) atau mencapai 2,51% (yoy).
Tak hanya iu, tingkat inflasi kini juga sudah mencapai 1,07% (ytd).
BACA JUGA:Realisasi Anggaran Pengendalian Inflasi Capai Rp39 Triliun per Mei 2024
BACA JUGA:Masyarakat Enggan Beli Mobil Baru, Spiral Deflasi Diperkirakan Melanda Industri Otomotif Indonesia
Selain itu, BPS juga mencatat kenaikan sejumlah harga komoditas pangan seperti cabai dan bawang merah menjadi pendorong tingkat inflasi.
Menurut keterangan Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati, deflasi yang terjadi pada Mei hingga Juni ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena deflasi ini terjadi pasca kenaikan drastis harga pangan dalam periode Hari Raya Idul Adha dan libur panjang.
Namun, Ninasapti melanjutkan, yang perlu dikhawatirkan adalah adanya deflasi kepada daerah yang daya belinya sedang menurun.
"Sebetulnya tidak terlau mengejutkan, karena setelah harga-harga naik tinggi biasanya akan ada periode deflasi. Yang kita hati-hati adalah apakah deflasi ini kemudia merugikan daerah-daerah yang daya belinya itu menunjukkan penurunan," kata Ninasapti dalam keterangan tertulis resminya pada Selasa 2 Juli 2024.
Ninasapti melanjutkan, tren suku bunga tinggi juga memberikan tekanan kepada sektor usaha terkait, terutama kepada sektor industri tekstil dan industri digital.
BACA JUGA:Bocoran Contoh Soal KSM Ekonomi MA 2024 Terbaru dan Jawabannya, Persiapan sebelum Kompetisi!
BACA JUGA:Heru Budi Sebut LPS Monas Half Marathon 2024 Dukung Perekonomian UMKM
Ninasapti mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan Pemerintah juga menjadi salah satu alasan mengapa investasi menjadi terhambat.
"Ini yang sayang sekali kalau kita lihat kebijakan makronya memang suku bunganya ditahan tinggi, karena secara global Amerika masih menahan suku bunga tinggi. Ini artinya investasi akan terhambat, jadi artinya akan memberi tekanan kepada pengusaha dan bisa dilihat dari beberapa kebijakan yang juga tidak terlalu baik kepada pengusaha," paparnya.
Selain itu, Ninasapti juga menilai bahwa kebijakan Pemerintah ini akan mempersulit adanya pembentukan lapangan kerja baru di Indonesia dikarenakan suku bunga yang tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: