PBNU Diminta Benahi PKB, Jazilul: Apanya yang Mau Dibenahi?

PBNU Diminta Benahi PKB, Jazilul: Apanya yang Mau Dibenahi?

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid buka suara soal permintaan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mendapatkan mandat untuk membenahi PKB.-Candra Pratama-

JAKARTA, DISWAY.ID - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid buka suara soal permintaan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mendapatkan mandat untuk membenahi PKB.

Saat itu Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan, mandat diperoleh dari Rais Aam PBNU KH. Miftahul Ahyar dan para kiai NU.

Jazilul mengatakan, aksi tersebut melanggar AD/ART PBNU sebagai organisasi kemasyarakatan.

Bahkan, yang harus dibenahi saat ini adalah PBNU.

BACA JUGA:Bobby Maulana Personel Trio Ubur-Ubur Maju Jadi Wakil Walikota Sukabumi, Diusung Partai Nasdem

BACA JUGA:Airlangga Mundur, Jokowi Bantah Cawe-Cawe

"Tidak punya hak, justru keputusan itu melanggar ad/art nu dan melenceng dari fitrah nu. Apanya yang mau dibenahi? Justru hari ini pkb memiliki prestasi yang luar biasa. Yang harus dibenahi menurut saya justru PBNU-nya hari ini," ujar Jazilul kepada wartawan di Kantor DPP PKB, Selasa, 12 Agustus 2024.

Jazilul menegaskan, partai politik dan ormas berpayung dalam aturan yang berbeda. PKB merupakan partai dibawah Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011, sedangkan ormas seperti PBNU berdiri dibawah UU Nomor 6 tahun 2017.

"Sekali lagi saya ulangi bahwa PKB dilindungi dengan UU Parpol dan Nu UU ormas. Karena memang tidak ada hubungannya secara organisatoris antara PKB dengan PBNU," jelasnya.

BACA JUGA:Tambah Armada, MV Meratus Kaimana Siap Tingkatkan Pengiriman Logistik Internasional

BACA JUGA:Saka Tatal Bantah Kesaksian Aep dan Dede: Kejar-kejaran Itu Bohong!

Jazilul menyampaikan bahwa keputusan untuk membenahi PKB melalui PBNU merupakan keputusan yang fatal menurut konstitusi parpol maupun ormas.

Dia juga menilai, keputusan itu melanggar etika dalam bernegara.

"Jadi keputusan yang diambil, itu melanggar etika, sekaligus aturan. Etika dalam bentuk bernegara, aturan dalam bernegara sekaligus etika di dalam NUdan PKB," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: