Ekonom UI: Perlunya Transparansi dan Kepastian Hukum dalam Ciptakan Iklim Investasi yang Aman

Ekonom UI: Perlunya Transparansi dan Kepastian Hukum dalam Ciptakan Iklim Investasi yang Aman

Dr. Fithra Faisal Hastiadi, ekonom dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI)--Istimewa

Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mengonfirmasi bahwa akuisisi 100% saham JN oleh ASDP pada 22 Februari 2022 adalah legal dan tidak menunjukkan indikasi suap, KPK kini tengah menginvestigasi dugaan korupsi terkait "kerugian negara".

Penyelidikan ini melibatkan tiga direktur ASDP, termasuk Direktur Utama Ira Puspadewi, dan mantan pemilik JN yang telah ditetapkan sebagai tersangka, menyebabkan ketegangan di sektor transportasi laut Indonesia.

KPK dianggap tidak sah dalam menetapkan tersangka.

Mereka telah menggugat KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada akhir Agustus 2024.

KPK belum menghadiri sidang gugatan praperadilan tersebut.

BACA JUGA:Perpres IKN Terbaru! Investor Bisa Pakai HGU Sampai 190 Tahun

Belum ada penjelasan rinci mengenai dasar perhitungan KPK dalam menyebutkan kerugian negara, terutama mengingat bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memvalidasi investasi ASDP.

“Sebenarnya yang dibutuhkan investor itu transparansi dan konsistensi. Kalau tuduhannya korupsi, harus ada dokumen yang jelas dan bisa dijadikan referensi. Semakin tidak transparan maka menjadi hambatan bagi para investor untuk masuk ke Indonesia karena hal itu akan memberikan signal negatif kepada iklim bisnis dan investasi di Indonesia,” kata ekonom FEB UI Dr. Fithra.

Masih lanjut ekonom UI Dr. Fithra, konsistensi menjadi masalah di kasus akuisisi JN oleh ASDP. Bukan masalah korupsinya tapi transparansi dan konsistensi.

Sehingga ketika KPK tidak transparan, dan KPK merujuk kasus tertentu adalah tersandung korupsi, padahal referensinya itu juga belum jelas, maka akan menjadi kekhawatiran bagi para investor untuk masuk Indonesia.

“Bisa jadi ketika investasi masuk, kemudian dia sudah patuh, sudah transparan sesuai dengan peraturan, tiba-tiba out of the blue ada tuduhan korupsi, padahal referensinya yang menjadikan acuan bagi tuduhan tersebut tidak ada, yang bisa dibilang sangat minimal sekali karena dari dokumen-dokumen yang ada misalnya itu tidak menunjukkan kasus tersebut indikasi korupsi; ini adalah masalah transparansinya dalam penindakan korupsinya,” tuturnya.

BACA JUGA:Program Makan Siang Bergizi Gratis, Pengamat Ekonomi: Rawan Korupsi dan Bikin Investor Ragu

Dr. Fithra menekankan, langkah ASDP sudah sesuai peraturan dan standar, apalagi ketika melibatkan lembaga internasional.

Sehingga ketika ada tuduhan koruptif terkait dengan proses yang seharusnya sudah transparan tersebut, itu akan menjadi masalah.

“Jadi ini sebenarnya bukan korupsinya tapi konsistensi kebijakan dan transparansi. Bukan masalah korupsi. Kalau memang korupsi maka jelas dokumennya yang dirujuk mana, terus kemudian prosesnya juga seperti apa,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: