Bioetanol Belum Bisa Masif, Toyota Tetap Fokus Guna Kurangi Emisi Karbon

Bioetanol Belum Bisa Masif, Toyota Tetap Fokus Guna Kurangi Emisi Karbon

Toyota produksi Mobil ramah lingkungan dengan bahan Bakar Flexy Fuel Bioetanol.-Toyota-

JAKARTA, DISWAY.ID-- Meski digadang-gadang sebagai bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Kemenko Marves) menyatakan bahwa BBM berjenis etanol atau Bioetanol belum dapat diterapkan secara masif di Indonesia.

Dalam keterangannya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengungkapkan bahwa bahan baku yang dipakai dalam BBM jenis Bioetanol mayoritas masih diimpor dari negara lain, contohnya seperti tebu dan jagung. Hal ini dikhawatirkan akan membebani neraca dagang.

BACA JUGA:Kembangkan SAF, Pertamina Akan Hadirkan Bahan Bakar Pesawat Rendah Emisi

"Biasanya etanol dari tebu dan jagung, tapi sampai sekarang kita masih impor gula. Jadi kalau mau pakai biofuel, kita harus impor juga," jelas Rachmat dalam keterangan tertulis resminya pada Senin 16 September 2024.

Menanggapi hal ini, produsen otomotif ternama di Indonesia, Toyota, mengungkapkan bahwa mereka akan tetap melanjutkan pengembangan program BBM jenis Bioetanol demi mengurangi emisi karbon di Indonesia.

"Toyota akan menyiapkan segala bentuk teknologi untuk memerangi (emisi) karbon," ujar Deputi Manajer Umum Perencanaan Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM), Resha Kusuma Atmaja, dalam keterangan tertulis resminya pada Jumat 27 September 2024.

Bukan tanpa alasan, Toyota sendiri juga merupakan produsen otomotif pertama di tanah air yang fokus mengembangkan beberapa kendaraan berbahan-bakar ramah lingkungan, contohnya speerti kendaraan flexy fuel berbasis ethanol.

BACA JUGA:Dukung Ketahanan Energi, DEN Usul Beri Insentif Pengembangan Bioetanol

"Apa yang bisa dikembangkan ya kembangkan, karena role kisa di sana. Kalau infrastrukturnya sudah ada, kita sudah siap," ujar Resha. 

Sementara itu, BBM yang saat ini masih sering digunakan oleh masyarakat Indonesia masih mengandung sulfur tinggi. Contohnya, Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92) yang tingkat sulfurnya masih mencapai 500 ppm.

Oleh karena itulah, Pemerintah berencana menggalakkan standar BBM rendah sulfur yang setara Euro IV, yaitu maksimum 50 ppm.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: