APBN 2025 Kembali Defisit Hingga Rp104.2 Triliun Diungkap Sri Mulyani
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kini mengungkapkan bahwa penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mengalami defisit hingga tembus Rp104.2 triliun atau 0.43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada periode akhir -dok disway-
JAKARTA, DISWAY.ID - Kendati sempat membaik, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mengalami defisit hingga tembus Rp104.2 triliun atau 0.43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada periode akhir Maret 2025 ini.
Kendati begitu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa angka tersebut diketahui jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang diketahui berjumlah Rp31.2 triliun atau 0.13 persen dari PDB.
“Tidak perlu panik, karena memang desain defisit totalnya Rp616 triliun,” jelas Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, yang digelar secara daring di kanal YouTube Kementerian Keuangan, pada Rabu 30 April 2025.
Selain itu, Menkeu Sri Mulyani juga menambahkan bahwa realisasi saat ini terbilang masih berada dalam batasan.
Diketahui, Pemerintah sebelumnya telah menyusun target defisit sebesar Rp616.2 triliun atau 2.53 persen terhadap PDB hingga akhir tahun 2025.
“Ini (APBN) memang dirancang untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi pembangunan nasional, tapi tetap terukur,” jelas Menkeu Sri Mulyani.
BACA JUGA:Alhamdulillah! Diputuskan Awal Bulan Harga BBM Turun se-Indonesia, Berlaku 1 Mei 2025
BACA JUGA:Bank Dunia Sebut 60 Persen Penduduk Indonesia Kategori Miskin, BPS: Itu Hanya Refrensi!
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada Triwulan I-2025 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena ketidakpastian tersebut terutama dipicu oleh dinamika terkait kebijakan tarif Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan eskalasi perang dagang.
“Downside risk global terpantau masih tinggi, sehingga perlu terus dicermati dan diantisipasi ke depan,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: