bannerdiswayaward

Sekolah Kedinasan Melukai Cita-Cita Indonesia Emas 2045

Sekolah Kedinasan Melukai Cita-Cita Indonesia Emas 2045

Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, Imam Jazuli memberi usulan terkait islah Yahya Cholil Staquf atau yang kerap disapa Gus Yahya dengan Rais 'Aam.-ist-

KEHADIRAN sekolah kedinasan telah memicu kontroversi sejak lama. Tahun 2024 Tempo sudah menyebut anggaran jumbo sekolah kedinasan melampaui perguruan tinggi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun turun tangan. Namun, itu tidak viral seperti sekarang.

Problem anggaran jumbo sekolah kedinasan menjadi viral tahun ini karena beriringan dengan semangat presiden untuk memperbaiki sistem pendidikan. Menteri Agama Nasaruddin Umar juga mengajak Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama untuk lebih proaktif dan tidak menjadi penonton.

Sejak itulah masyarakat hingga akar rumput serius mengamati arah perkembangan politik pendidikan. Pemantik apinya adalah kritik DPR RI Komisi X yang mempersoalkan anggaran jumbo sekolah kedinasan. Komisi X DPR pun membentuk Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan pada tahun 2024 lalu.

BACA JUGA:Lima Prestasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2025 dan Sedikit Catatan Evaluatif

BACA JUGA:Haji dan Pesan Membangun Ekonomi Kerakyatan

Diketahui pada tahun 2024, anggaran pendidikan di Kementerian Pendidikan (Dasar, Menengah, dan Tinggi) hanya sebesar Rp. 93 triliun. Sedangkan anggaran pendidikan di kementerian agama lebih kecil lagi, yaitu Rp. 65,29 triliun. Berbeda dari tahun sekolah kedinasan yang menyerap anggaran sebesar Rp. 104 triliun.

Angka ini terlalu besar, bukan hanya secara akumulasi, tetapi juga pada aspek pendistribusiannya. Sekolah kedinasan tahun 2024 hanya memiliki sebanyak 13 ribu mahasiswa. Sedangkan Kementerian Pendidikan mengurusi 62 juta pelajar. 

Jika uang sebesar Rp. 104 triliun dibagikan kepada 13 ribu, maka mereka mendapatkan 8 miliar per mahasiswa. Sedangkan jika Rp. 93 triliun dibagikan kepada 62 juta siswa, mereka mendapatkan 1,48 juta per orang. Di sini tampak ketidakadilan distributifnya.

Penulis berharap Panja yang dibentuk Komisi X DPR RI betul-betul bekerja dengan cepat. Jika bisa, tahun depan 2026 saat memasuki ajaran baru, ketidakadilan yang dilakukan di sekolah kedinasan telah diselesaikan. 

Panja Komisi X DPR RI harus konsisten memperjuangkan anggaran 20% seluruhnya untuk Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama. Sebab bagaimana pun juga Pasal 49 ayat 1 UU Nomor 2 tahun 2003 telah menghilangkan hak sekolah kedinasan untuk mendapat bagian dari 20% APBN.

Bagaimana mungkin bangsa ini akan mencapai generasi emas di tahun 2045, apabila ketidakadilan distributif semacam ini masih bercokol. Sekolah kedinasan itu ibarat hajatan pribadi kementerian yang menyelenggarakan pendidikan. Jadi, mustahil dana operasionalnya diambil dari hajatan nasional.

BACA JUGA:Historisitas Haji antara Ritual, Festival Seni dan Motif Ekonomi

BACA JUGA:Mencari Solusi untuk Kasus Intoleransi

Sudah benar KPK turun tangan dan menemukan silang sengkarut penggunaan anggaran sekolah kedinasan tahun 2024. Oleh karenanya, Panja DPR RI Komisi X tahun ini sangat baik apabila bekerjasama lagi dengan KPK. Bagaimana pun ini penting untuk menilai status uang yang begitu besar di sekolah kedinasan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Close Ads