Demo Bukan Hanya Soal Perut! Ucapan Menkeu Purbaya soal Tuntutan 17+8 Picu Gejolak Rakyat dan Pasar
Kendati belum seminggu menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) periode 2024-2029 yang baru menggantikan Sri Mulyani Indrawati, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menuai kritik dari publik usai komentarnya tuntutan 17+8 menjadi kontroversi.-@pyudhisadewa-Instagram
JAKARTA, DISWAY.ID - Kendati belum seminggu menjabat sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) periode 2024-2029 yang baru menggantikan Sri Mulyani Indrawati, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menuai kritik dari publik usai komentarnya tuntutan 17+8 menjadi kontroversi.
Dalam komentarnya, Menkeu Purbaya menyebut bahwa tuntutan 17+8 tersebut belum sempat mempelajari lebih jauh.
Tidak hanya itu, dirinya juga menilai tuntutan itu hanya datang dari “sebagian kecil rakyat”.
Sontak, tanggapan Menkeu yang baru saja dilantik tersebut langsung menjadi objek kemarahan netizen.
BACA JUGA:Prabowo Setujui Rencana Menkeu Tarik Dana Pemerintah Rp200 Triliun di BI
Pasalnya, ucapan Menkeu Purbaya yang berlebihan atau overconfidence tersebut juga menjadi alarm, apakah ke depan ia akan menjadi manajer fiskal yang kredibel, atau justru berbahaya bagi stabilitas publik dan pasar.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Jakarta, Achmad Nur Hidayat.
Menurutnya, pernyataan Purbaya mengandung dua bahaya besar.
Yang pertama adalah menyederhanakan persoalan kompleks, dan kedua adalah pasar yang membaca sinyal dari setiap ucapan Menkeu.
"Demonstrasi bukan sekadar masalah perut, kritik publik muncul karena kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan. Menganggapnya hanya karena “hidup kurang enak” mereduksi makna demokrasi. Jika sinyal itu berupa keyakinan berlebihan tanpa rencana konkret, pasar bisa ragu pada kapasitas pemerintah mengelola fiskal," jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway, pada Kamis 11 September 2025.
BACA JUGA:Gaya Bicara Koboy Menkeu Purbaya Disorot Ekonom Senior: Tidak Boleh Sembarangan
Lebih lanjut, Achmad juga menambahkan bahwa pertumbuhan 8 persen bukan sekadar slogan.
Oleh karena inilah, dirinya menilai bahwa pernyataan “rakyat berhenti demo kalau ekonomi tumbuh” tidak hanya dangkal, tetapi juga berpotensi merusak komunikasi pemerintah dengan rakyat.
"Publik ingin peta jalan jelas: apa strategi penciptaan lapangan kerja, bagaimana distribusi hasil pertumbuhan, dan sejauh mana belanja negara diarahkan pada infrastruktur, pendidikan, serta kesehatan. Kredibilitas seorang Menkeu tidak diukur dari retorika, melainkan dari konsistensi eksekusi kebijakan," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: