Kritik Kenaikan Tarif Tol, Mori Hanafi: Banyak Ruas Jalan Tak Penuhi Standar Pelayanan Minimum
PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT), bagian dari Jasa Marga Group yang mengelola jaringan tol Trans Jawa, resmi menerapkan potongan tarif tol sebesar 20% yang mulai berlaku hari ini.--
JAKARTA, DISWAY.ID - Anggota Komisi V DPR RI, Mori Hanafi, menyoroti masih banyak ruas jalan tol di Indonesia yang belum memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM), meski pendapatan pengelola tol sudah sangat tinggi.
Dalam rapat Panja jalan tol, Mori menyebut ada 21 ruas tol yang masih di bawah standar.
BACA JUGA:Keren! Lapas Tangerang-Rutan Surakarta Wakili Indonesia dalam Forum ICLP 2025 di Singapura
BACA JUGA:Polemik RUU KUHAP: Komnas HAM Bongkar Lemahnya Pengawasan Penangkapan, DPR Akui Hakim Bisa Kewalahan
Sementara itu, 54 ruas tol lainnya dinilai sudah memenuhi asumsi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
“Jakarta–Tangerang, contohnya, traffic-nya mencapai 395 ribu kendaraan per hari. Begitu juga Tangerang–Merak, meski tarifnya tinggi, lalu lintasnya luar biasa. Tapi standar pelayanannya belum terpenuhi,” kata Mori dalam rapat Panja Pengawasan Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol, Rabu, 24 September 2025.
Mori menyoroti beberapa ruas tol yang pendapatannya besar namun kualitas jalannya masih dikeluhkan pengguna.
• Tol Cikopo–Palimanan (Cipali): pendapatan mencapai lebih dari Rp1 triliun pada 2022, namun masih banyak kasus ban pecah akibat jalan bergelombang.
• Tol Jakarta–Tangerang dan Tangerang–Merak: lalu lintas harian sangat padat, tetapi belum memenuhi standar kelancaran.
• Tol Kayu Agung–Palembang: sepi pengguna dan banyak tambalan jalan, menyulitkan pengelola dalam memenuhi SPM.
BACA JUGA:Dongkrak Digitalisasi Komponen Otomotif, Kemenperin Jalin Kerjasama dengan JICA
“Kalau yang 21 ruas belum memenuhi standar, mungkin bisa kita maklumi. Tapi bagaimana dengan ruas yang sudah untung besar, tapi pelayanannya tidak maksimal?” tegasnya.
Mori juga mempertanyakan mekanisme penyesuaian tarif tol yang dilakukan setiap dua tahun sekali. Menurutnya, hal itu tidak adil bila diterapkan pada ruas tol yang jelas-jelas tidak memenuhi SPM.
“Tol dalam kota macet setiap saat. Bagaimana menerakan kecepatan rata-rata sebagai indikator SPM? Tapi tiap dua tahun, tetap ada tuntutan kenaikan tarif,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
