Aliansi Jurnalis Independen: Kebebasan Pers adalah bagian dari Hak Asasi Manusia
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia dan fondasi utama demokrasi-Dok. AJI-
JAKARTA, DISWAY.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia dan fondasi utama demokrasi.
Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardhana, menyampaikan bahwa jurnalisme memiliki peran strategis sebagai penjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah, sehingga ruang kebebasan bagi jurnalis perlu dijaga oleh seluruh pihak, khususnya aparat negara.
BACA JUGA:BNPB: Tragedi Musala Runtuh di Ponpes Al Khoziny: 67 Korban Meninggal, 49 Masih Hilang
Menurut Bayu, kebebasan pers bukan hanya hak jurnalis, tetapi juga hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan berimbang. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang menyatakan bahwa pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Ia menegaskan bahwa jika jurnalis terhambat dalam menjalankan tugasnya, maka yang paling dirugikan adalah masyarakat karena kehilangan akses informasi publik.
AJI menyoroti sejumlah kasus yang memperlihatkan tantangan terhadap kebebasan pers, termasuk pencabutan kartu identitas peliputan Istana terhadap jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, setelah mengajukan pertanyaan terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG).
BACA JUGA:Korban Runtuhnya Ponpes Al Khoziny Tembus 167 Orang, 49 Masih Dicari
Menurut Bayu, tindakan itu bisa menimbulkan kesan pembatasan kerja jurnalistik, padahal Pasal 4 ayat (2) UU Pers menegaskan bahwa pers tidak boleh dikenakan penyensoran atau pembredelan.
Selain itu, masih banyak jurnalis yang menghadapi risiko di lapangan.
Contohnya, jurnalis Antara, Bayu Pratama, mengalami kontak fisik saat meliput unjuk rasa di DPR pada Agustus 2025; jurnalis Kompas.com, Adhyasta Dirgantara, mendapat tekanan verbal setelah wawancara dengan Panglima TNI; serta kantor Tempo yang menerima teror berupa benda mencurigakan kepada salah satu wartawannya.
Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap jurnalis sebagaimana diatur Pasal 8 UU Pers belum sepenuhnya dijalankan.
Bayu menegaskan perlunya reformasi Polri untuk benar-benar berpihak pada prinsip demokrasi, termasuk dalam melindungi kerja jurnalis. Ia menilai reformasi tidak cukup hanya pada level struktur dan birokrasi, tetapi juga pada budaya kerja aparat. Polri dituntut meningkatkan sensitivitas dan pemahaman mengenai batasan serta perlindungan hukum terhadap kerja jurnalistik.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
