DPR Sahkan Revisi KUHAP, Amnesty: Kemunduran Serius bagi HAM
Kritik keras proses penyusunan RKUHAP yang dianggap minim partisipasi publik-Fajar Ilman -
JAKARTA, DISWAY.ID – DPR RI resmi mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam rapat paripurna di Senayan, Senin, 18 November 2025.
Seluruh fraksi menyatakan setuju setelah mendengar laporan Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman. Revisi ini dikebut karena KUHP baru akan berlaku pada 2 Januari 2026.
Namun, Amnesty International Indonesia menilai keputusan tersebut sebagai langkah mundur bagi perlindungan hak asasi manusia.
BACA JUGA:Komjen Dedi Ungkap 11 'Rapor Merah' Polri: 67 Persen Kapolsek Dinilai Underperformance
“Pengesahan revisi KUHAP hari ini menandai kemunduran serius dalam komitmen negara terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM. Revisi ini justru memperlihatkan regresi yang mengkhawatirkan,” ujar Deputi Direktur Amnesty, Wirya Adiwena, dalam keterangannya.
Wirya mengkritik keras proses penyusunan RKUHAP yang dianggap minim partisipasi publik. Ia menyoroti DPR yang baru mengunggah draf RKUHAP kurang dari 24 jam sebelum pengesahan.
“Draf baru diunggah 24 jam sebelum disahkan. Ini tentu menyulitkan terjadinya partisipasi bermakna dari masyarakat sipil,” ucapnya.
Menurut Amnesty, sejumlah ketentuan dalam revisi KUHAP membuka peluang penyalahgunaan wewenang aparat, terutama kepolisian. Beberapa poin yang disorot:
- Penetapan tersangka tanpa perlindungan memadai.
- Pembatasan akses bantuan hukum berdasarkan ancaman pidana.
- Kewenangan menangkap dan menahan tanpa izin pengadilan.
- Risiko tindakan sewenang-wenang, termasuk penangkapan massal seperti pasca-demonstrasi Agustus 2025.
Wirya juga mengkritik aturan pembelian terselubung, penyamaran, dan operasi pengiriman di bawah pengawasan yang dinilai terlalu longgar karena tidak memiliki batasan jenis kejahatan dan tak melibatkan pengawasan hakim.
BACA JUGA:Komjen Dedi Ungkap 11 'Rapor Merah' Polri: 67 Persen Kapolsek Dinilai Underperformance
Selain itu, revisi KUHAP memungkinkan penangkapan dan penahanan dilakukan di tahap penyelidikan, ketika belum ada kepastian tindak pidana terjadi.
Wirya memperingatkan risiko serius apabila revisi KUHAP dipaksakan berlaku mulai 2 Januari 2026 tanpa masa transisi dan kesiapan infrastruktur hukum.
“Alih-alih memperkuat keadilan, revisi ini justru menempatkan aparat dalam posisi dominan tanpa mekanisme akuntabilitas yang memadai. Warga semakin rentan terhadap kesewenang-wenangan negara,” tegasnya.
Amnesty meminta DPR dan pemerintah membatalkan pengesahan dan membuka kembali pembahasan secara transparan serta melibatkan publik secara berarti.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: