Koalisi Masyarakat Sipil Kritik RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, Soroti Potensi Militerisasi Ruang Digital
Wacana RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) yang masuk Prolegnas DPR diikritisi Koalisi Masyarakat Sipil karenal kental unsur pelibatan militer-istockphoto-
JAKARTA, DISWAY.ID — Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Raksha Initiative, Centra Initiative, Imparsial, dan De Jure menyoroti langkah pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM yang telah menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) untuk diajukan ke DPR sebagai prioritas legislasi tahun 2026.
Koalisi menilai RUU KKS bermasalah secara substansi karena terlalu menitikberatkan pada pendekatan keamanan negara (state-centric) dan mengabaikan perlindungan terhadap individu (human-centric).
BACA JUGA:Kolaborasi Desound dan TDC New York Hadirkan Desain Store Futuristik untuk Pencinta Audio
Direktur Kebijakan Publik Raksha Initiative Wahyudi Djafar menegaskan bahwa legislasi keamanan siber seharusnya berorientasi pada perlindungan perangkat, jaringan, dan individu sebagai korban langsung serangan siber, bukan menjadikan masyarakat sebagai objek pengawasan.
Lebih lanjut, Wahyudi menyoroti adanya pencampuran ranah antara kebijakan keamanan siber dan penegakan hukum terhadap kejahatan siber dalam RUU KKS.
"Pasal-pasal pidana baru yang muncul, termasuk ketentuan mengenai makar di ruang siber dengan ancaman pidana hingga 20 tahun, dinilai berlebihan dan membuka ruang kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi di dunia digital," Wahyudi di Jakarta, Sabtu 11 Oktober 2025.
Ia juga menilai pasal yang memberikan kewenangan penyidikan kepada TNI bertentangan dengan prinsip supremasi sipil sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Menurutnya, penegakan hukum pidana merupakan domain sipil yang seharusnya dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Koalisi pun memperingatkan bahwa pasal-pasal tersebut berisiko mendorong militerisasi ruang siber dan memperluas intervensi militer di ranah sipil.
Mereka menyerukan agar DPR dan pemerintah menolak ketentuan yang melanggar prinsip demokrasi serta memisahkan legislasi keamanan siber dari kebijakan penanganan kejahatan siber
BACA JUGA:Satuan Siber Mabes TNI Konsul ke Polda Metro Jaya, Bidik Ferry Irwandi?.
Dalam kesempatan terpisah, Wahyudi Djafar juga menyinggung pentingnya refleksi pada momentum September Hitam untuk memperkuat komitmen negara dalam menegakkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
