Momentum Sumpah Pemuda: Generasi Muda Anti Narkoba
Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)--
Dalam hukum Islam, keadilan tidak hanya bermakna menjatuhkan hukuman (‘uqubah), tapi juga memulihkan martabat manusia. Prinsip la dharar wa la dhirār jangan merusak diri dan jangan merusak orang lain, menjadi dasar etika dalam kebijakan sosial.
Filsuf Michel Foucault dalam Discipline and Punish (1975) menulis bahwa masyarakat modern cenderung menghukum untuk menaklukkan, bukan menyembuhkan.
Islam, sebaliknya, menawarkan jalan tazkiyah, penyucian jiwa melalui kesadaran, bukan ketakutan.
BACA JUGA:Memahami Keragaman Tradisi Pesantren
BACA JUGA:Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital
Kebijakan anti-narkoba yang beradab harus menyeimbangkan antara penegakan hukum dan rehabilitasi spiritual.
Program rehabilitasi berbasis iman dan ilmu dapat menjadi model baru: kolaborasi kampus-pesantren dengan BNN untuk konseling rohani; kurikulum anti-narkoba berbasis nilai, bukan sekadar hukum; dan gerakan mahasiswa sebagai agen “rehabilitasi sosial” yang menumbuhkan empati dan solidaritas.
Gerakan Kampus
Kampus dan pesantren memiliki peran vital dalam membangun ekosistem moral baru.
Pendidikan tinggi tidak hanya bertugas mencetak sarjana, tapi juga menumbuhkan insan beradab.
Krisis narkoba bukan sekadar urusan medis, tetapi urusan makna.
BACA JUGA:Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital
BACA JUGA:Menghidupkan Spirit Pancasila
Di sinilah konsep tazkiyatun nafs (penyucian diri) menemukan relevansinya.
Pemuda harus diajak kembali menyucikan niat, menguatkan makna, dan menghidupkan adab.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
