Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia

Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia

Prof Jamhari Makruf, Ph.D: Saya sering membayangkan, suatu hari nanti, ada santri yang menerima Nobel di bidang sains. Mengapa tidak? Habibie dulu sudah membuktikan bahwa ilmu dan iman bisa berjalan bersama. Kini, giliran pendidikan Islam membuktikannya s-dok disway-

JAKARTA, DISWAY.ID - Beberapa hari lalu, kampus kami di Depok menjadi tuan rumah bagi perhelatan tahunan yang sudah berumur lebih dari dua dekade: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS).

Tahun ini, kami menambahkan satu tanda “plus” di belakangnya—AICIS+—karena bahasannya memang melampaui diskursus keislaman biasa.

Selama tiga hari, lebih dari 350 pemakalah dari dalam dan luar negeri berdiskusi di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

Dari ribuan yang mendaftar, hanya sebagian kecil yang terpilih. Tema besar yang kami usung tahun ini adalah: “Islam, Ecotheology, and Technological Transformation: Multidisciplinary Innovations for an Equitable and Sustainable Future.”

Tema itu memang panjang, tapi maknanya sederhana: Islam tidak boleh terpisah dari sains dan teknologi. Kita hidup di masa ketika krisis lingkungan, perubahan iklim, dan disrupsi teknologi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Solusinya tidak bisa hanya datang dari laboratorium atau algoritma; ia juga membutuhkan kerangka moral dan spiritual. Dalam sejarah Islam, hubungan antara ilmu dan iman tak pernah dipisahkan.

BACA JUGA:Shopee Jagoan UMKM Naik Kelas: Episode Final yang Menyatukan Inovasi, Perjuangan dan Cinta Produk Lokal

BACA JUGA:Qatar Layaknya Kandang Garuda! Reaksi FIFA Sampai Begini, Talenta Papua Timnas Indonesia U-17 Jadi Sorotan

Nama-nama seperti Ibn Sina, Al-Khawarizmi, atau Jabir ibn Hayyan bukan sekadar ilmuwan; mereka juga ulama.

Itulah semangat AICIS+. Ia bukan sekadar konferensi ilmiah, tapi penanda arah baru pendidikan Islam di Indonesia—arah yang berusaha menyatukan iman, ilmu, dan kemanusiaan dalam satu kesadaran baru.

Saya sering mengutip pengamatan Robert Hefner, seorang Indonesianist asal Amerika. Ia pernah mengatakan bahwa sistem pendidikan Islam di Indonesia adalah yang paling dinamis di dunia Muslim.

Di negeri ini, madrasah tidak berdiri di pinggir jalan sejarah, tetapi berjalan berdampingan dengan sekolah umum.

Dari Madrasah Ibtidaiyah hingga UIN, anak-anak muslim kini bisa belajar apa saja—agama, sains, teknologi, sosial, bahkan kedokteran—tanpa harus meninggalkan akar spiritualnya. Integrasi ini tidak terjadi dalam semalam; ia melewati jalan panjang, kadang terjal.

Awalnya, sekolah-sekolah Islam dikelola oleh organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kualitasnya beragam—ada yang sangat baik, ada yang seadanya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads