Penyintas Tragedi Tanjung Priok Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Saya Tidak Rela
Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, menuai penolakan keras dari penyintas tragedi Tanjung Priok 1984-Istimewa-
Saat tragedi itu terjadi, Aminatun baru berusia 27 tahun.
Ia masih mengingat bagaimana banyak korban tewas secara mengenaskan tanpa pernah diadili.
"Di Priok itu (korban) dilindas pakai tank, bekasnya remuk sekali dan sudah jadi serpihan-serpihan," katanya.
Baginya, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bukan hanya keputusan yang tidak pantas, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai keadilan dan kemanusiaan.
Ia menegaskan, langkah itu justru akan membuka kembali luka lama para korban yang belum pernah disembuhkan.
BACA JUGA:Anggota DPR RI Rivqy Abdul Halim Dukung Pemanfaatan Aset Tidur untuk Dijadikan UMKM
"Dengan kondisi seperti itu, pantaskah seorang pemimpin, seorang negarawan kemudian memperlakukan rakyatnya seperti itu? Terus dia punya kebaikan yang satu, terus dijadikan pahlawan, tapi semua perbuatannya jelek, apa bisa masuk akal tidak kalau dia itu seorang pahlawan?," ujarnya tegas.
Perlu diketahui, Tragedi Tanjung Priok 1984 tercatat sebagai salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia.
Dalam tragedi yang dinarasikan isu agama itu, Dokumen Komnas HAM menyebut, akibat peristiwa ini setidaknya menyebabkan 79 orang menjadi korban, 55 korban luka dan 23 meninggal.
Sebanyak 12 prajurit militer menjadi terdakwa dan diputus bersalah oleh Pengadilan HAM Ad hoc pada tahun 2003. Namun pada 2005 - 2006, kesemua terdakwa justru lolos dari jeratan hukum atas kejahatan hak asasi manusia yang telah mereka perbuat setelah putusan tingkat pertama dianulir melalui upaya hukum tingkat banding dan kasasi.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
