Pernah Ditahan Rezim Orde Baru, Tokoh Malari Ini Justru Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
Eks Aktivis Orde Baru: Soeharto Layak Dihormati---Dok. Istimewa
JAKARTA, DISWAY.ID - Tokoh pergerakan mahasiswa era Orde Baru, M.S. Soelaeman, menilai bahwa Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Penilaiannya bukan tanpa dasar, Soelaeman merupakan pelaku sejarah yang terlibat langsung dalam Peristiwa Malari 1974 dan Gerakan Kampus Kuning 1977–1978, dua momentum penting dalam sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia.
Dalam forum diskusi bertajuk “Soeharto dan Pahlawan Nasional” yang digelar Minggu 9 November 2025, Soelaeman mengisahkan perjalanan panjangnya sebagai aktivis mahasiswa hingga menjadi akademisi.
Ia mengajak publik untuk menilai sosok Soeharto secara proporsional dan berimbang, bukan hanya dari sisi kelam kekuasaannya, tetapi juga dari jasa besar yang pernah ia berikan bagi bangsa.
“Saya tidak menutup mata terhadap pelanggaran HAM di masa itu. Tapi kita juga harus jujur, banyak hal baik yang diwariskan Soeharto bagi pembangunan dan stabilitas bangsa,” ujar Soelaeman.
BACA JUGA:Pusaka Sebut Soeharto Layak Jadi Pahlawan: Banyak Jasa dan Kontribusi Nyata yang Dibangun Beliau
Saksi Hidup Peristiwa Malari
Sebagai saksi langsung Peristiwa 15 Januari 1974 (Malari), Soelaeman mengungkapkan bahwa aksi mahasiswa saat itu sejatinya berlangsung damai.
Menurutnya, gerakan mahasiswa digerakkan oleh kepedulian terhadap nasib bangsa, bukan oleh niat merusak fasilitas publik.
“Mahasiswa tidak membakar dan tidak menjarah. Kami turun ke jalan karena peduli terhadap arah bangsa, bukan untuk membuat kekacauan,” tegasnya.
Ia menduga kerusuhan besar yang terjadi kala itu bukan murni dipicu oleh mahasiswa, melainkan akibat adanya kelompok lain yang memprovokasi massa. Soelaeman bahkan menyebut bahwa situasi politik di lingkar kekuasaan turut memperkeruh keadaan.
“Kerusuhan Malari saya yakini bukan murni gerakan mahasiswa. Ada pihak-pihak yang memanfaatkan momentum politik saat itu,” ujarnya.
Pasca peristiwa tersebut, Soelaeman termasuk di antara 800 mahasiswa yang ditangkap. Ia kembali ditahan pada tahun 1977 karena dianggap menghasut mahasiswa dalam Gerakan Kampus Kuning, yang menolak hasil Pemilu 1977.
“Saya hanya menyuarakan tanggung jawab moral terhadap demokrasi, bukan memprovokasi,” kenangnya.
‘Dosa dan Jasa’ Soeharto
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
