Tren Kasus ABH: Kenakalan Remaja atau Korban Bullying?
Prinsip penanganan ABH harus memperhatikan konsistensi dalam upaya mewujudkan kehormatan dan harga diri anak, menegakkan penghormatan terhadap hak ABH dan kebebasan dasar lainnya.-dok Disway-
Proses peradilan anak berhadapan dengan hukum (ABH) sudah diatur sendiri di dalam peraturan yang mengaturnya yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah (PP) No.65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang belum berumur 12 tahun, Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Jaksa Agung No.06/A J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi.
Prinsip penanganan ABH harus memperhatikan konsistensi dalam upaya mewujudkan kehormatan dan harga diri anak, menegakkan penghormatan terhadap hak ABH dan kebebasan dasar lainnya.
Serta mengasumsikan Anak memiliki peran yang konstruktif di masa yang akan datang perhatian khusus terhadap hak-hak anak yang harus dipenuhi saat menjalani proses peradilan pidana.
Sistem Peradilan Pidana Anak ditujukan untuk membangun sistem peradilan yang adil dan ramah terhadap Anak dengan berlandaskan hak Anak, menerapkan prinsip keadilan restoratif, menempatkan kepentingan terbaik bagi Anak sebagai acuan pertama dan utama,
Fokus pada pencegahan sebagai tujuan utama, menjadikan sanksi pidana penjara sebagai alternatif terakhir dan jika memungkinkan.
Pidana penjara dilakukan dengan waktu sesingkat-singkatnya, serta pelayanan rehabilitasi dan reintegrasi.
Dalam UU Sistem Peradilan Anak, yang anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana (Pasal 1 angka 2)
1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum;
Adalah anak vang sudah berusia 12 tahun namun belum berusia 18 tahun yang diduga melakukar tindak pidana (Pasal 1 angka 3).
2. Anak yang menjadi Korban Tindak Pidana;
Adalah anak yang yang belum berusia 18 tahun yang menjadi korban tindak pidana sehingga mengalami penderitaan fisik, mental. dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (Pasal 1 angka 4).
3. Anak yang menjadi Saksi Tindak Pidana:
Anak yang belum berumur 18 (delapan belas tahun yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penvidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar, lihat, dan alam sendiri (Pasal 1 angka 5).
Dalam UU tersebut, penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat iam dan anak tersebut wajib ditempatkan dalam ruang pelayananan khusus anak,
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
