bannerdiswayaward

Tren Kasus ABH: Kenakalan Remaja atau Korban Bullying?

Tren Kasus ABH: Kenakalan Remaja atau Korban Bullying?

Prinsip penanganan ABH harus memperhatikan konsistensi dalam upaya mewujudkan kehormatan dan harga diri anak, menegakkan penghormatan terhadap hak ABH dan kebebasan dasar lainnya.-dok Disway-

Kekerasan seksual, terutama yang terjadi dalam lingkup privat seperti rumah tangga, seringkali menjadi fenomena gunung es yang sulit terdeteksi.

Merespons tingginya kasus yang terjadi di lingkungan domestik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengumumkan sebuah langkah terobosan mendesak yang berfokus pada pencegahan hulu dan penguatan intervensi keluarga.

Program baru yang dijuluki "Mata Rantai Zero" ini bertujuan untuk memutus siklus kekerasan seksual dengan mengubah persepsi, memperkuat peran keluarga, dan meningkatkan literasi hukum bagi seluruh anggota keluarga.

Pilar I: Literasi Hukum dan Seksualitas dalam Keluarga

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Irjen Pol (Purn) Desy Andriani menyadari bahwa kurangnya pemahaman tentang hukum dan hak-hak dasar menjadi celah besar bagi pelaku.

Terobosan pertama yang akan digalakkan adalah "Sertifikasi Pra-Nikah Anti-Kekerasan" yang terintegrasi dengan institusi agama dan sipil.

 1. Pendidikan Pra-Nikah Wajib: Setiap calon pengantin akan diwajibkan mengikuti modul edukasi yang fokus pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), komunikasi non-kekerasan, dan konsep consent (persetujuan) dalam hubungan intim.

Tujuannya adalah memastikan pasangan memahami bahwa kekerasan, dalam bentuk apapun, adalah tindak pidana serius.

 2. Edukasi Seksualitas Positif: Program akan diperluas ke lingkungan RT/RW melalui program "Keluarga Tanggap Kekerasan", mengajarkan orang tua dan anak tentang batas tubuh, safe-touch, dan keberanian untuk bersuara jika ada anggota keluarga atau kerabat yang melanggar batas.

Pilar II: Intervensi Multi-Dimensi dan Pemulihan Ekonomi

Salah satu mata rantai kekerasan adalah ketergantungan ekonomi yang membuat korban sulit keluar dari situasi yang mengancam. KemenPPPA akan menguatkan dua aspek krusial:

 1. Penguatan Ekonomi Korban: Melalui kolaborasi dengan UMKM dan lembaga keuangan mikro, KemenPPPA akan memberikan pelatihan keterampilan dan modal usaha cepat bagi perempuan korban kekerasan. 

Pemberdayaan ekonomi ini diharapkan memberikan kemandirian dan daya tawar bagi korban untuk memutuskan hubungan dengan pelaku.

 1. Manajemen Kasus Berbasis Komunitas: KemenPPPA akan mengaktifkan kembali peran Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di tingkat desa/kelurahan. 

Tim ini akan melakukan asesmen risiko dini di lingkungan yang terdeteksi rentan dan menyediakan psikolog serta pekerja sosial untuk intervensi krisis di lokasi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads