Kementerian Haji dan Umrah Tegaskan Alokasi Kuota Harus Berkeadilan
Direktur Jenderal Pelayanan Haji Kementerian Haji dan Umrah, Ian Heriyawan tegaskan BPK tidak menyatakan bahwa pembagian kuota bertentangan dengan undang-undang.--Istimewa
JAKARTA, DISWAY.ID - Kebijakan baru terkait formula pembagian kuota haji antarprovinsi yang diterapkan Kementerian Haji dan Umrah memicu banyak perbincangan di ruang publik.
Salah satu tanggapan datang dari Prof. Nizar Ali melalui tulisan opini di Kolom Hikmah detik.com pada Senin, 1 Desember 2025.
Mantan Sekretaris Jenderal sekaligus mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama itu menyampaikan pandangannya mengenai pola distribusi kuota tersebut.
BACA JUGA:Seleksi Petugas Kesehatan Haji 2026: Formasi, Persyaratan, dan Jadwal Pendaftaran
Menanggapi tulisan itu, Direktur Jenderal Pelayanan Haji Kementerian Haji dan Umrah, Ian Heriyawan, memberikan klarifikasi pada sejumlah poin penting.
Nizar menyampaikan BPK tidak menyatakan bahwa pembagian kuota bertentangan dengan undang-undang, melainkan dinilai tidak selaras dengan Peraturan Menteri Agama.
Dalam hal ini, Ian menjelaskan pengertian secara implisit.
"Sekalipun oleh BPK penetapan kuota provinsi tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2021, namun ketentuan alokasi kuota pada Pasal 23 Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2021 hampir sama dengan ketentuan alokasi kuota pada Pasal 13 UU No. 8 Tahun 2019. Bedanya di penggunaan kata dan/atau. Sehingga secara implisit dapat dikatakan penetapan kuota provinsi juga tidak sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019", kata Ian, Senin, 1 Desember 2025.
Dalam opini Nizar, ia menuliskan bahwa pembagian skema waiting list menyalahi kesepakatan negara-negara OKI yang menerapkan kebijakan pembagian kuota dengan rasio 1000:1.
BACA JUGA:BSI Siapkan Layanan Pelunasan Haji 2026, Tangani 81 Persen Calon Jemaah
"Pembagian kuota skema waiting list ini menyalahi kesepakatan negara-negara yang tergabung dalam OKI pada tahun 1987 yang sepakat pembagian kuota haji berbasis jumlah penduduk muslim di sebuah negara dengan rasio 1000:1 (setiap 1000 penduduk muslim mendapat jatah kuota haji 1 orang). Karena itu, basis inilah yang dijadikan dasar penetapan Kementerian Agama selama ini dan dirasa paling adil dan mudah untuk diterapkan," tulis Nizar.
Menurut Ian, sejak tahun 2012 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2012, tidak lagi dikenal alokasi kuota berbasis rasio 1000:1.
Sejak saat itu, pemerintah sudah memiliki pandangan jauh ke depan bahwa pemenuhan rasio 1000:1 sulit untuk dilakukan, terlebih karena daya tampung Masyair dan batasan pengelolaan haji dunia.
"Penggunaan rasio 1000:1 bahkan tidak pernah digunakan dan diupdate lagi. Dan Arab Saudi sekalipun tidak pernah menggunakan rasio itu sebagai penentu kuota tiap negara. Sehingga, pemerintahpun ketika membagi ke provinsi menetapkan proporsi baik jumlah penduduk muslim maupun jumlah daftar tunggu, bukan rasio 1:1000", jelas Ian.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
