Menelusuri Mozaik Islam di Turki

Menelusuri Mozaik Islam di Turki

Kami berlima terdiri dari lima akademisi dari tiga kampus ternama, yaitu, Prof. Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. – Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, Dr. Muhtadi, M.Si. – Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, Dr. Dede--istimewa

Kunjungan para akademisi Indonesia ke bangunan monumental ini memperlihatkan bagaimana sejarah tidak hanya diwariskan, tetapi juga dirawat melalui harmoni simbol, narasi, dan fungsi bangunan sepanjang zaman.

Keajaiban arsitektur Aya Sofya — mulai dari kubah raksasa hingga mosaik emas Bizantium yang bersanding dengan kaligrafi para Khulafaur Rasyidin — memberikan gambaran bahwa Islam di Turki tumbuh melalui proses asimilasi budaya yang kompleks. 

Transformasi Aya Sofya dari gereja (537 M), masjid (1453), museum (1935), kembali menjadi masjid (2020), menunjukkan bagaimana identitas keagamaan dan politik sering bertemu dalam satu ruang sejarah.

Para peneliti memandang Aya Sofya sebagai metafora tentang Islam wasathiyah: nilai moderasi dalam merawat keberagaman sejarah.

Aya Sofya tidak menghapus masa lalunya, tetapi merangkulnya sebagai bagian dari identitas baru. 

Dari sinilah lahir pesan universal: peradaban besar dibangun bukan oleh dominasi, melainkan oleh kemampuan menghargai sejarah dan mengelola perbedaan.

BACA JUGA:Erick Thohir Terima Konsekuensi IOC Terkait Atlet Israel: Media Turki Puji Sikap Luar Biasa Indonesia, Publik Eropa Beri Dukungan

Masjid Biru: Lima Abad Keindahan Arsitektur dan Kedalaman Spiritual

Berdoa di Masjid Biru (Sultan Ahmed Mosque) memberikan dimensi spiritual berbeda bagi para peneliti Indonesia. 

Masjid megah berusia 500 tahun ini bukan sekadar ikon arsitektur Utsmani, tetapi juga pusat spiritualitas sekaligus representasi estetika Islam yang berpadu dengan kesederhanaan ibadah.

Di tengah jamaah lintas negara yang memenuhi ruangan, pengalaman salat Ashar menjadi titik refleksi atas persatuan umat Islam.

Motif keramik Iznik berwarna biru, kubah raksasa yang bertumpuk harmonis, serta enam menara yang menjulang, memberi pesan bahwa peradaban Islam masa lalu dibangun dengan kecintaan pada seni, ilmu, dan ketakwaan.

Para peneliti mencatat bahwa moderasi Islam bukan hanya konsep akademik, tetapi nyata terasa dalam suasana masjid yang menyatukan berbagai ras dan latar belakang budaya.

BACA JUGA:Skandal Besar Sepak Bola Turki Hebohkan Dunia, 152 Wasit Terlibat Judi dan Taruhan

Masjid Haji Bayram: Ziarah Intelektual pada Warisan Sufi Anatolia

Berpindah ke Ankara, kunjungan ke Masjid Haji Bayram Veli menjadi penanda bahwa sejarah Islam di Turki juga dibangun oleh para ulama lokal yang menebar pengaruh besar melalui pendidikan dan spiritualitas.

Haji Bayram Veli, tokoh sufi abad ke-14, dikenal sebagai ulama yang menanamkan Islam melalui kasih sayang, ilmu, dan pelayanan sosial. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads