Keluh Kesah Driver Ojol Soal Kenaikan Tarif Ojol, Pakar: Masih Banyak Ketimpangan

Keluh Kesah Driver Ojol Soal Kenaikan Tarif Ojol, Pakar: Masih Banyak Ketimpangan

Rencana pemerintah menyusun formula baru untuk tarif ojek online mendapat berbagai respons, baik dari driver atau pengemudi ojol itu sendiri hingga komentar para pakar.-Bianca/Disway.id-

JAKARTA, DISWAY.ID -- Rencana kenaikan tarif Ojek Online atau Ojol oleh Pemerintah mendapat beragam respons, baik dari kalangan driver Ojol sendiri, maupun kalangan pakar.

Bukan tanpa alasan. Kenaikan tarif Ojol ini sendiri justru dinilai akan menurunkan minat masyarakat akibat tarif yang terlalu tinggi.

Sehingga nantinya justru malah memberatkan para driver Ojol. Wawan misalnya, salah satu driver ojol -yang sedang fokus menunggu pesanan masuk- mengaku dengan kondisi saat ini ia harus susah payah dapat orderan.

BACA JUGA:Ibu Tunggal Gantungkan Harapan Masa Depan di Dapur MBG: Sudah Kayak Keluarga Sendiri

Dulu, kata dia, ketika orderan masih banyak yang masuk, ia masih bisa menyesuaikan tarif dan jarak tempuh yang dia inginkan.

“Sekarang kita itu gak bisa pilih-pilih (Customer). Yang mesen tujuannya ke Bogor dari Jaksel (Jakarta Selatan) aja ya kita tetep terima, karena sekarang pada mikirin ongkosnya,” ujar Wawan ketika ditemui Disway di Halte MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat pada Sabtu, 13 Desember 2025.

Terpisah, pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat menilai, kenaikan tarif ini sendiri tidak bisa dikatakan sebagai solusi yang tepat untuk mengatasi keluhan dan keresahan para driver Ojol selama ini.

Kenaikan tarif, kata dia, hanya akan menambah keuntungan perusahaan platform dan membebani rakyat kecil.

BACA JUGA:Jungle Wonderland with deHakims Hadir di Mal Ciputra Tangerang, Temui Hewan Lucu dari Dekat

“Kenaikan tarif tanpa pembatasan potongan hanya akan meningkatkan pemasukan bruto, bukan bersih. Perusahaan aplikator mendapatkan persentase dari tarif, sehingga saat tarif naik, pendapatan aplikator juga naik,” jelas Achmad, ketika dihubungi oleh Disway.

“Namun bagi pengemudi, jika kenaikan tarif diikuti penurunan jumlah penumpang karena harga menjadi mahal, pendapatan bersihnya justru stagnan atau bahkan turun,” sambungnya.

Untuk itulah, Achmad menekankan bahwa jika orientasi kebijakan ini adalah keadilan sosial, maka semestinya pengemudi memiliki daya tawar untuk menentukan tarif dan potongan yang adil. 

Ia menjelaskan, penentuan insentif, skema kerja, hingga tarif, sepenuhnya berada di tangan aplikator dan regulator.

BACA JUGA:KPAI Dorong Penerapan UU Peradilan Anak dalam Kasus Bocah Bunuh Ibu Kandung di Medan

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads