Internet Rakyat Rp100 Ribu: Janji Kecepatan Langit, Tapi Sosialisasi Masih Seperti Angin

Internet Rakyat Rp100 Ribu: Janji Kecepatan Langit, Tapi Sosialisasi Masih Seperti Angin

Jaringan internet di lingkungan padat penduduk Jakarta.-Cahyono-

Ketika mendengar soal Internet Rakyat Rp100 ribu untuk 100 Mbps, Gufron tidak langsung percaya. Dia butuh bukti. "Kalau sama aja ya kita pakai yang sudah ada dulu aja," katanya skeptis.

Dia juga menyinggung soal keamanan. Jangan sampai internet murah ini justru jadi pintu masuk malware yang bisa mencuri data pelanggan atau merusak sistem komputernya.

Bagi Gufron, keamanan data adalah harga mati. Dia punya sistem di mana setiap komputer dimatikan, data otomatis terhapus. Internet Rakyat harus punya standar keamanan yang sama tingginya, jangan sampai karena murah, aspek privasi dikorbankan.

Tantangan Berat Menuju Kedaulatan Digital

Program Internet Rakyat ini memang bak oase di tengah gurun. Namun, ada beberapa catatan besar yang perlu diperhatikan pemerintah jika tidak ingin program ini layu sebelum berkembang.

Pertama, soal kecepatan distribusi infrastruktur. Jangan sampai kabel-kabel itu hanya sampai di pinggir jalan raya, tapi tidak masuk ke gang-gang kecil atau desa-desa terpencil.

SDN Candiharjo sudah melihat kabelnya, tapi SMPN 3 Sumberjambe masih menunggu. Pemerataan adalah kunci.

Kedua, sosialisasi yang masif. Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan media sosial. Mereka harus turun ke tingkat RT/RW. Libatkan tokoh masyarakat.

Beritahu warga bagaimana cara mendaftarnya, siapa penyedianya, dan apa syaratnya. Ketidaktahuan warga adalah kegagalan program.

Ketiga, kualitas dan stabilitas. Janji 100 Mbps harus benar-benar 100 Mbps. Jangan sampai saat pemakaian sibuk, kecepatannya anjlok.

Rakyat kecil sangat sensitif dengan kualitas. Sekali kecewa, mereka akan kembali ke provider lama meski lebih mahal.

Keempat, keamanan siber. Seperti yang dikhawatirkan Gufron, internet publik atau internet rakyat harus memiliki proteksi yang kuat.

Jangan sampai internet murah ini justru jadi sarang penyebaran virus atau pencurian identitas.

Kelima, keberlanjutan. Jangan sampai program ini hanya panas-panas tahi ayam atau sekadar program mercusuar di awal masa jabatan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads