Bukan Masalah Perbedaan Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi, Ini Penjelasan Prof. Thomas Djamaluddin

Bukan Masalah Perbedaan Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi, Ini Penjelasan Prof. Thomas Djamaluddin

Tugu Pahlawan menjadi salah satu titik salat Idul Adha Muhammadiyah Surabaya.-PWMU-

"Mendengar pengumuman Arab Saudi bahwa wukuf di Arfah jatuh pada tanggal 16 April dan Idul Adha jatuh pada 17 April, mungkin banyak orang yang bimbang kapan mesti berpuasa hari Arafah.

"Hari Arafah adalah 9 Dzulhijjah. Di Indonesia, 9 Dzulhijjah jatuh pada 17 April. Tetapi orang akan bimbang bila berpuasa pada 17 April karena hari itu di Arab Saudi sudah Idul Adha. Menurut Nabi SAW, berpuasa pada hari raya haram hukumnya. Kalau begitu, ada yang berpendapat berpuasalah pada tanggal 16 April karena hari Arafah hanya ada di Arab Saudi, maka mengaculah pada Arab Saudi.

"Sepintas pendapat itu nampaknya benar. Kalau dikaji lebih lanjut sebenarnya pendapat itu keliru. Pola pikir seperti itu hanya terjadi bila kita merancukan sistem kalender syamsiah dengan sistem kalender qamariyah. Berpuasa hari Arafah di Indonesia pada tanggal 16 April berarti kita tunduk pada kesamaan tanggal syamsiah antara Arab Saudi dan Indonesia. Bukan pada ketentuan kalender qamariyah, 9 Dzulhijjah. Pada tanggal 16 April itu di Indonesia baru tanggal 8 Dzulhijjah.

BACA JUGA:Khilafatul Muslimin Berulah Lagi, Tebar Berita Pemerintah Anti Islam, Polisi: Namanya Abu Bakar

"Ada satu prinsip yang harus diingat dalam penentuan waktu ibadah: penentuan secara lokal. Wukuf di Arafah ditentukan berdasarkan penentuan awal Dzulhijjah di Arab Saudi. Awal Ramadan ditentukan berdasarkan rukyatul hilal di masing-masing wilayah. Waktu salat ditentukan berdasarkan posisi matahari di masing-masing tempat. Demikian pula waktu untuk melakukan puasa-puasa sunah, termasuk puasa hari Arafah, 9 Dzulhijjah. Tidak bisa diganti menjadi tanggal 8 Dzulhijjah hanya karena alasan perbedaan tanggal syamsiahnya.

"Untuk menjawab masalah kapan mesti berpuasa, baiklah kita runtut perjalanan waktu berdasarkan peredaran bumi dengan berpegang pada keyakinan puasa Arafah tetap harus 9 Dzulhijjah. Bagi Muslim di Timur Tengah puasa Arafah mulai sejak fajar 16 April. Makin ke barat waktu fajar bergeser. Di Eropa Barat waktu fajar awal puasa kira-kira 3 jam sesudah di Arab Saudi, tetapi tetap tanggal 16 April. Makin ke barat lagi, di pantai barat Amerika Serikat waktu fajar awal puasa Arafah makin bergeser lagi, 11 jam setelah Arab Saudi. Saat itu orang di Arab Saudi sebentar lagi berbuka puasa. Tanggalnya tetap 16 April. Di Hawaii, puasa Arafah juga 16 April, tetapi fajar awal puasanya sekitar 13,5 jam setelah Arab Saudi.

"Bila diteruskan ke barat, di tengah lautan Pasifik ada garis tanggal internasional. Mau tidak mau sebutan 16 April harus diganti menjadi 17 April walaupun hanya berbeda beberapa jam dengan Hawaii. Awal puasa Arafah di Indonesia pun yang dilakukan sekitar 6,5 jam setelah fajar di Hawaii, dilakukan dengan sebutan tanggal yang berbeda hanya gara-gara melewati garis tanggal internasional. Di Indonesia puasa Arafah harus dilakukan pada 17 April 1997. Itulah tetap tanggal 9 Dzulhijjah, sama dengan tanggal qamariyah di Arab Saudi.

BACA JUGA:Ini yang Terjadi Pada Tubuh Anda Jika Konsumsi Roti Setiap Hari

"Berdasarkan penalaran seperti itu pula, dalam konperensi kelender Islam internasional di Malaysia, ada salah satu panduan penting yang dirumuskan yang bisa menjadi pegangan bagi umat Islam dalam penentuan waktu ibadah. Panduan itu menyatakan bahwa dalam menentukan awal Ramadan atau awal bulan Islam lainnya, jangan mengacu pada wilayah yang di sebelah barat, tetapi mengacu pada wilayah di sebelah timur. Berdasarkan panduan itu, kita akan semakin yakin dan mempunyai alasan kuat untuk berpuasa Arafah pada 17 April, bukan mengikuti Arab Saudi yang berada di sebalah barat Indonesia yang berpuasa pada 16 April.

Demikian penjelasan seperti yang ditulis oleh Prof. Thomas Djamaluddin, dilansir Disway.id dari Rumaysho di sini.

Fatwa Ulama: Puasa Arafah dan Idul Adha Ikut Negeri Masing-Masing

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arafah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah. Apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”

BACA JUGA:Kendaraan Berikut Ini Masih Boleh Isi BBM Pertalite, Daftar MyPertamina Mudah Ikuti Petunjuk Ini

Syaikh rahimahullah menjawab, “Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. (Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20: 47-48).

Kesimpulan dari Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, puasa Arafah mengikuti penanggalan atau penglihatan di negeri masing-masing dan tidak mesti mengikuti wukuf di Arafah. Begitu pula dalam Idul Adha, baiknya mengikuti negeri masing-masing. Kita harus berlapang dada karena para ulama berselisih pula dalam memberikan jawaban untuk masalah ini. Legowo itu lebih baik. Namun mengikuti keputusan pemerintah RI itu lebih baik karena mereka telah menjalankan sunnah Rasul.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads