Puluhan Tahanan Politik 'Dilenyapkan' Susul 4 Aktivis Pro Demokrasi Dieksekusi Mati oleh Militer Myanmar
Ilustrasi: Eksekusi mati -Syaiful Amri/Disway.id-disway.id
JAKARTA, DISWAY.ID - Puluhan tahanan politik di Myanmar terancam dieksekusi oleh militer yang berkuasa di negara itu, menyusul hukuman mati yang telah dilakukan terhadap empat aktivis pro demokrasi pada pekan lalu.
Wakil RI untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum mengatakan telah mendapat informasi bahwa Dewan Administrasi Negara (SAC) yang dijalankan oleh junta, berencana mengeksekusi 41 tahanan politik dalam beberapa hari mendatang.
“Mereka saat ini diberi seragam kuning dan dipindahkan ke sel lain untuk persiapan eksekusi, seperti dilaporkan media lokal pada 27 Juli 2022,” kata Yuyun dalam pernyataan yang disampaikan pada Sidang Khusus AICHR, Sabtu, 30 Juli 2022.
Selain itu, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan bahwa ada 74 tahanan politik yang terdiri dari mahasiswa dan profesional muda delapan di antaranya perempuan yang kemungkinan akan menghadapi pembunuhan di luar proses hukum oleh rezim junta Myanmar.
BACA JUGA:Rudal Rusia Hancurkan Kota Pelabuhan Ukraina, Putin: Singkirkan Amerika dari Laut Hitam dan Arktik
Merespons eksekusi yang telah dan akan dilanjutkan oleh militer Myanmar, Yuyun menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar Deklarasi HAM ASEAN khususnya hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan seseorang, serta hak atas proses peradilan yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 11, 12, dan 20.
“Penjatuhan hukuman mati, atau bahkan masa penahanan, berdasarkan proses pengadilan yang tidak memenuhi persyaratan dasar peradilan yang adil dapat merupakan satu atau lebih kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata dia.
Yuyun juga menyoroti bagaimana kasus tersebut diadili oleh pengadilan militer secara tertutup, di mana permintaan para terdakwa untuk mendapatkan fasilitas penasihat hukum dan banding ditolak.
Keluarga mereka tidak diberitahu tentang eksekusi tersebut. Yuyun menyesalkan bahwa permintaan yang dia sampaikan kepada SAC pada Pertemuan ke-35 AICHR untuk menghentikan niat eksekusi empat aktivis demokrasi, tidak digubris oleh militer Myanmar.
BACA JUGA:Gawat! Kim Jong Un Siap Perang Nuklir dengan AS dan Korsel
“Pembela demokrasi ini tidak pantas dihukum mati. Membela demokrasi bukanlah kejahatan keji. Hukuman mati tidak dapat digunakan untuk membungkam protes atau ekspresi ketidaksetujuan terhadap rezim,” tutur dia.
Lebih lanjut, Yuyun mengatakan bahwa Konsensus Lima Poin yang telah disepakati para pemimpin ASEAN untuk membantu menyelesaikan krisis sejak kudeta militer di Myanmar pada Februari tahun lalu, tidak akan pernah terwujud jika SAC terus mengabaikan proses hukum, keadilan, atau supremasi hukum dan HAM di negara itu.
Dia kemudian menyeru negara-negara tetangga Myanmar untuk membuka perbatasan mereka untuk menawarkan tempat yang aman sementara bagi mereka yang telantar akibat krisis, terutama perempuan dan anak-anak.
“AICHR Indonesia tetap berkomitmen untuk mendukung dan bekerja sama dengan orang-orang di Myanmar dalam upaya mereka untuk demokrasi, HAM, pemerintahan yang baik, dan supremasi hukum, dan untuk menuntut keadilan dan akuntabilitas,” ujar Yuyun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: antaranews.com