Jual Beli Parpol Kerap Terjadi Jelang Pemilu

Jual Beli Parpol Kerap Terjadi Jelang Pemilu

Suasana Ngopi Dari Sebrang Istana, Minggu 20 November 2022-Rafi Adhi Pratama-

JAKARTA, DISWAY.ID-- Penggiat HAM dan Pro Demokrasi, Haris Azhar saat diskusi publik Ngopi Dari Sebrang Istana dengan tema 'Partai Politik bisa Dibeli? Gosip atau Fakta?' mengungkapkan banyak hal terkait jelang Pemilu.

Di antaranya, terkait fenomena jual beli partai politik yang saat ini bukan sebatas dibeli untuk mencalonkan seseorang namun juga partai politik dapat dibeli dengan tujuan tidak mencalonkan seseorang.

Haris Azhar menjelaskan bagaimana sebuah organisasi partai politik dapat dibeli tersebut.

BACA JUGA:Haedar Nashir Kembali Pimpin PP Muhammadiyah

BACA JUGA:Benarkah KPK Sita Harta Tito Karnavian Hingga Rp 52,3 Miliar? Gedung Merah Putih Beri Penjelasan

“Partai politik dapat dibeli lewat apa? bisa lewat pembagian jabatan, melalui wilayah, dan sektor ekonomi dan industri,” tambahnya.

“Kalau melalui jabatan mereka bisa memproduksi regulasi, yang mana di situ ada rombongan dagang bisnis industrinya, dan sebagian juga berkembang dan terfasilitasi di partai politik atau mesti bergabung dengan partai politik,” sambungnya.

Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio menyatakan kekhawatirannya apabila terdapat orang atau kelompok yang ingin menguasai Indonesia dan membeli partai politik. 

“Peraturan kita jelas mengobral bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Maka, apabila ada orang atau kelompok yang ingin berkuasa yang paling mudah caranya adalah melalui partai politik,” ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut hanya dapat dimungkinkan apabila partai politik mengubah dirinya menjadi hanya sebatas organisasi yang mengincar angka elektoral.

BACA JUGA:Jadwal Opening Ceremony Piala Dunia 2022, Dimeriahkan Junggkook BTS dan Partai Qatar vs Ekuador

BACA JUGA:Bela Korban Kanjuruhan, Penggiat HAM Minta Bareskrim Proses Laporannya

"Bahayanya adalah partai politik menurunkan derajatnya dari institusi yang mempunyai ideologi menjadi organisasi yang hanya mengejar suara rakyat saja, yang penting punya kursi di DPR/DPRD dan kementerian. Itu bahaya buat negara dan demokrasi di indonesia dan hal ini perlu diingatkan,” ucapnya.

“Bayangkan ada sebuah kelompok besar yang sangat kuat sekali dan dia bargaining dengan sebuah partai politik, “saya akan biayai semua proses politik” syaratnya? saya mau ada orang saya yang jadi capres atau cawapres dan saya jamin menang”. Dengan kekuatannya dia bisa jamin bahwa pasangan ini menang. Ini jelas-jelas merusak demokrasi Indonesia,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: