Seharusnya Permohonan Pengujian Pasal 169 UU Pemilu Diajukan Partai Gerindra Bukan Oleh Sekber Prabowo
Yusril Ihza Mahendra Ihza. -Foto: Dok/Ilustras: Syaiful Amri-Disway.id
Oleh Yusril Ihza Mahendra Guru Besar Hukum Tata Negara
Kemarin (Rabu 23 November 2022) Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan Sekber Prabowo yang memohon Pengujian Pasal 169 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu "tidak dapat diterima" atau "niet ontvankelijk verklaard" karena pemohonnya tidak mempunyai kedudukan hukum atau "legal standing" untuk memohon Pengujian atas pasal tersebut.
Dalam hukum acara MK, pemohon pengujian undang-undang (PUU) harus mendalilkan adanya "kerugian konstitusional" yakni adanya hak atau kewenangan konstitusional (constitutional rights) Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 yang dilanggar atau dikesampingkan dengan berlakunya norma dalam undang-undang yang hendak diuji.
Kerugian tersebut haruslah bersifat faktual dan nyata atau setidak-tidaknya berdasarkan penalaran yang wajar sangat mungkin akan terjadi. Kerugian itu tidak boleh hanya reka-rekaan belaka yang tidak didasarkan atas fakta dan penalaran logis apapun.
BACA JUGA:Surat Presiden Diterima, Perubahan AD-ART Kadin Hasil Munassus 2022 Final, Ini Penjelasan Yusril
Pasal 169 UU No 7 Tahun 2017 yang dimohonkan untuk diuji oleh Sekber Prabowo itu mengatur salah satu syarat calon Presiden dan Wakil Presiden, yakni tidak pernah menjabat Presiden atau Wakil Presiden dua periode. Bagaimana kalau Presiden dua periode mencalonkan diri menjadi calon Wakil Presiden, atau sebaliknya Wakil Presiden dua periode mencalonkan diri menjadi calon Presiden, boleh atau tidak menurut UUD 1945?
Sekber Prabowo adalah badan hukum (rechtpersoon), bukan individu warganegara Indonesia sejak kelahirannya yang berhak mencalonkan diri menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden.
Pada sisi lain, Sekber Prabowo juga bukan Parpol Peserta Pemilu yang berhak mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Sekber Prabowo tidak lebih dari sebuah ormas berbadan hukum yang dapat digolongkan sebagai badan hukum privat atau publik.
Karena Sekber Prabowo belum pernah menjadi Presiden atau Wakil Presiden dua periode, maka MK berpendapat tidak ada kerugian konstitusional apapun bagi Sekber Prabowo dengan berlakunya norma Pasal 169 UU No 17 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur salah satu syarat calon Presiden dan Wakil Presiden itu. Jadi, wajar saja jika MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan tersebut karena pemohonnya tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan.
Jika pertimbangan MK bahwa perorangan WNI yang mempunyai legal standing untuk menguji Pasal 169 UU Pemilu adalah orang yang pernah menjabat Presiden dan Wakil Presiden dua periode.
Maka, hanya ada tiga orang di negeri ini yang punya legal standing untuk menguji norma pasal tersebut, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK).
BACA JUGA:Yusril Ihza Mahendra: Saya Bela Taspen Bukan Lawyer Pribadi Kosasih Apalagi Erick Thohir
Itupun, kalau SBY dan Jokowi berminat menjadi Cawapres dan JK berminat untuk maju menjadi Capres dalam Pemilu 2024 nanti. Kalau niat itu tidak ada, maka mereka juga tidak punya legal standing untuk menguji norma Pasal 169 UU Pemilu itu.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: