Kasus Pemalsuan Dokumen Tanah 30 Hektare di Lampung Berlarut-larut, KPA Angkat Bicara Praktek Mafia Tanah

Kasus Pemalsuan Dokumen Tanah 30 Hektare di Lampung Berlarut-larut, KPA Angkat Bicara Praktek Mafia Tanah

Sekretaris Majelis Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin. -ilustrasi-disway.id

Namun oleh pihak penyidik dan kejaksaan berkas ditolak karena butuh bukti surat ke 12 SKJB asli yang di duga palsu yang ada pada tersangka. Untuk di buktikan dugaan pemalsuan nya. Dgn maksud lain bisa dengan uji labkrim. 

BACA JUGA:Menangis, Ammar Zoni Minta Maaf ke Irish Bella Usai Tertangkap Narkoba

Untuk mengetahui rentang waktu di buat nya surat yg di duga palsu tersebut (SKJB)  yang ada d tangan Tersangka. yang Perkara ini sampai saat ini sudah P2O atau Pemberitahuan bahwa waktu penyidikan telah habis.

Iwan menegaskan, pemalsuan AJB yang dilakukan oleh tersangka jika tidak ditemukan sebenarnya bisa dilacak kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menjalankan AJB tersebut. 

Apabila AJB tersebut telah diikuti dengan peralihan menjadi sertifikat baru di atas sebagian atau seluruh tanah Sarimewati, hal tersebut bisa dicek di warkah tanah di BPN-RI Kabupaten setempat. Dalam rangka penyidikan kepolisian dapat meminta salinan warkah tersebut dan di dalamnya terdapat AJB.

“Namun apabila belum ada balik nama, dan ibu Sarimewati tidak memiliki sertifikat asli yang ia pegang, dengan dasar foto kopi sertifikat lama, identitas diri dan surat kehilangan sebenarnya BPN dapat mengganti sertifikat tersebut,” jelas Iwan.

BACA JUGA:Pak Erick Thohir! Kerugian Negara Akibat Kecurangan ASN di BUMN Capai Rp 37 Triliun, BPKP: Dilakukannya Secara Terencana dan 'Jama'ah'

Dengan konstruksi yang demikian, lanjut Iawan, lambannya kepolisian meneruskan perkara ini karena dianggap oleh pihak kejaksaan belum lengkap maka untuk melengkapi bukti tersebut dapat melakukan langkah-langkah tersebut. 

“Saya kira kepolisian kita sangat memahami dan lebih tau soal-soal semacam ini, keengganan polisi menemukan bukti surat kepemilikan yang asli (sah) bisa jadi dikarenakan belum berkoordinasi dengan pihak BPN-RI,” tegasnya.

Iwan menegaskan bawah kepemilikan adalah Hak Asasi Manusia (HAM) yang paling dasar sejajar dengan Hak Hidup yang tertuang dalam konstitusi. Negara, melalui aparatnya bertanggung jawab sepenuhnya untuk melindungi kepemilikan warga negara Indonesia. 

“Saya prihatin jika kasus ini bisa sampai mangkrak hingga tujuh tahun. Sebab dalam tujuh tahun tersebut kerugian yang diakibatkan oleh pemanfaatan tanah oleh orang atau pihak lain yang dimiliki secara sah oleh Sarimewati tentu sangat besar,” ucapnya.

Sementara itu, kuasa hukum Sarimewati, Marwan menjelaskan, status tersangka yang melekat pada AN diputus pada 2020. Marwan berharap kedepan Penyidik Subdit II Ditreskrimum Polda Lampung ini bisa melakukan upaya paksa kepada tersangka AN.

“Upaya paksa itu untuk mendapatkan barang bukti yang secara jelas mengakui bahwa barang bukti yg dimaksud ada pada tersangka. kalau barang bukti tidak mau diserahkan oleh tersangka. Apa itu? Upaya badan bisa dilakukan Polda Lampung. Dan Polda lebih tahu ketika seseorang Tersangka tidak kooperatif bisa dilakukan upaya paksa badan.kok kenapa itu tidak bisa dilakukan oleh Polda Lampung. Ada apa? Dan itu menjadi tanda tanya besar untuk kami,” jelas Marwan.

BACA JUGA:Terungkap! Amar Zoni Beri Upah Rp1,5 Juta pada Supirnya untuk Beli Sabu

Sementara itu, saat dikonfirmasi awak media, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Lampung Kombes Pol Reynold EF. Hutagalung mengatakan, terkait AJB yang pihaknya telah melakukan penggeledahan. Namun, hasil dari penggeledahan itu tidak ditemukan AJB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: