Bukan Hanya SIM, Perpanjangan STNK Tiap Tahun Juga Digugat ke MK

Bukan Hanya SIM, Perpanjangan STNK Tiap Tahun Juga Digugat ke MK

Seorang Advokat bernama Arifin Purwanto mengugat aturan masa berlaku STNK dan TNKB ke MK-Dok. MK-

Untuk itu, dalam petitumnya, Arifin meminta MK agar menyatakan bahwa masa berlaku selama 5 tahun yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun dalam Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ, bertentangan dengan UUD 1945.

BACA JUGA:Korlantas Polri Uji Coba Alat 3D Scanner, Bisa Cek Fakta Kecelakaan Dalam Waktu Tak Lama

Arifin juga mengusulkan agar STNKB dan TNKB memiliki masa berlaku yang tidak terbatas seperti sebelum tahun 1984. Hal ini akan mencegah pemalsuan dan pemborosan terhadap STNKB dan TNKB.

Sebelumnya, Arifin juga menggugat aturan berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) 5 tahun yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Permohonan perkara itu tercatat dengan Nomor 42/PUU-XXI/2023. Perkara yang dilaporkan oleh Arifin telah memasuki tahap sidang pengujian. 

Dalam persidangan tersebut, Arifin mengaku dirinya merasa rugi apabila harus memperpanjang SIM setelah masa berlaku habis/mati yakni 5 tahun.

BACA JUGA:Cara Daftar dan Bikin SIM Online Lewat Aplikasi SINAR

BACA JUGA:Beda Fungsi! Berikut Jenis-Jenis SIM di Indonesia

"Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak," kata Arifin dalam sidang, seperti dilihat dalam rilis yang ditayangkan MK dalam website, dikutip, Sabtu, 13 Mei 2023.

Menurut Arifin, masa berlaku SIM yang hanya lima tahun tidak memiliki dasar hukum serta tak jelas tolak ukurannya berdasarkan kajian dari lembaga mana.

Ia juga menilai perpanjangan SIM justru membuat kerugian. Pasalnya, ia harus mengeluarkan biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlaku SIM.

Arifin juga menyoroti bagaimana kesulitan setiap pemohon untuk mendapat SIM mulai dari ujian teori. Pertama, hasil ujian teori tidak ditunjukkan mana jawaban benar dan salah namun hanya diberitahu kalau tidak lulus ujian teori.

Tidak hanya itu, tolak ukur ujian teori dan praktik tidak jelas dasar hukumnya, lalu ia meragukan hal tersebut apakah sudah berdasarkan kajian dari lembaga berkompeten dan sah atau tidak. Bagi dia ini bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.

Menurut Arifin selama ini tidak pernah ada pelajaran baik teori maupun praktik tentang lalu lintas dan angkutan jalan dari lembaga yang berkompeten, tetapi langsung proses ujian SIM. Maka pengendara yang akan mendapatkan SIM seringkali tidak lulus.

"Karena tidak adanya dasar hukum yang jelas, kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya calo," tuturnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: