Pakar Hukum Pertambangan: Dakwaan Helmut Hermawan Tidak Sesuai Prinsip Una Via dan Asas Ultimum Remedium

Pakar Hukum Pertambangan: Dakwaan Helmut Hermawan Tidak Sesuai Prinsip Una Via dan Asas Ultimum Remedium

Pakar Hukum Pertambangan: Dakwaan Helmut Hermawan Tidak Sesuai Prinsip Una Via dan Asas Ultimum Remedium-Andrew Tito-

JAKARTA, DISWAY.ID-- Pakar Hukum Pertambangan, Ahmad Redi mengatakan bahwa entitas pemilik IUP/IUPK memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha Pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya adalah ranah Hukum perdata, bukan pidana.

Hal tersebut berdasarkan menanggapi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Makassar yang mendakwa Helmut Hermawan dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu.

BACA JUGA:Atlet Berprestasi asal Banten di Sea Games Kamboja 2023 Bakal Diganjar Kadeudeuh

Atas dugaan tersebut, JPU menilai Helmut melanggar Pasal 159 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

"Dalam konteks yang lebih sederhana, peraturan perundang-undangan kita sudah memberikan ruang yang cukup dinamis, berhukum secara lentur jadi jangan dikit-dikit pidana, dalam konteks UU Minerba. Misalnya, dalam konteks pasal 177 dan 178 UU Cipta Kerja, kalau ada permasalahan administratif, selesaikan dulu secara administratif," ujar Ahmad Redi di Jakarta, Selasa 16 Mei 2023.

BACA JUGA:Pernyataaan Tegas Habib Bahar Pasca Penembakan: Saya Tidak Cari Mati Tapi Jatuh Cinta Dengan Mati

Ahmad mengingatkan ada social policy dalam konteks hukum pidana. Sebab, kata dia, social policy itu bicara mengenai social defense policy, ketika bicara mengenai social defense policy ada criminal policy yang tidak melulu pendekatan penal.

"Pendekatan penal itu penetapan hukum yang nestapa, tapi kemudian ada hukuman yang manusiawi dalam konteks keadilan sosial dan beradab dalam pancasila,” jelasnya.

“Sebab dalam hukum pidana pertambangan dalam perspektif UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, kita tidak bicara tentang UU No. 3 tahun 2020 dan UU No. 4 tahun 2009, tentang pertambangan Minerba yang sangat berbasis pendekatan penal ketika pelanggaran administratif sudah benar benar terjadi,” paparnya.

BACA JUGA:Cara Membuat Bola-bola Pisang Coklat Lumer Super Mudah, Cocok Jadi Teman Ngopi Sore

“Kita bicara mengenai perspektif UU Cipta Kerja bahwa apabila ada pidana pertambangan, pengenaan sanksi admnistratif itu dianggap lebih memberikan keadilan dan kemanfaatan yang lebih besar bagi negara dibandingkan penggunaan sanksi pidana," tambahnya.

Lanjut Ahmad, UU Cipta Kerja memberikan ruang yang begitu besar untuk penggunaan asas ultimum remedium dan prinsip Una Via dalam pidana pertambangan.

"Terakhir sengketa dalam hubungan kontraktual berdimensi pidana, juga dapat diselesaikan melalui prinsip Una Via. Ini saya kira merupakan bagian dari upaya negara dalam konteks pidana bisa memberikan kepastian hukum yang adil tapi juga kemanfaatan dan keadilan hukum yang adil bagi bangsa dan negara Indonesia," terangnya.

BACA JUGA:Pensiunan Waskita Karya Jadi Tersangka Kasus Tol Japek II, Ronald Sinaga Kembali Tertawa Puas, 'Yang Belum Ketangkap Nikmati Saja Dulu Udara Segar!'

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: